var cloneHead = $("#copy-head").html(); $("head").html(cloneHead); var cloneBody = $("#copy-body").html(); $("body").html(cloneBody);
NEW EPISODE

BACA LENGKAP KOMIK BERKATEGORI: »

Cerita Pendek #2 Dunia Baru

" Gila.! penjagaan disini ketat sekali, rasanya aku tidak mungkin bisa masuk untuk menyelidik ke dalam markas para jahanam itu.."




Begitulah terakhir kalinya aku mengawasi tempat para penyamun itu berada, kini setelah dua hari berlalu dan merancang strategi ahirnya hari ini ku putuskan untuk kembali ketempat para jahanam itu berada. Dengan mengendarai Skuter, ku lalui lagi jalan yang tempo hari pernah membuat hidupku sengsara. "Bha....ha...ha....!" Geli sendiri mendengar kata sengsara ini, bukankah hidup ku memang sudah penuh dengan kesengsaraan. Dan kesengsaraan sendiri, seolah sudah menyatu di urat nadi ku. Tidak dapat ku pungkiri dari kecil aku sudah yatim piatu, untuk bisa tetap hidup dan merasakan bangku sekolah aku harus berkerja di rumah salah satu Bibi ku yang super pelit, judes dan matrealistis. Garis hidup harus membawa ku ke jalan yang kini tengah ku lalui, penuh kesengsaraan dan kegetiran. Angin dingin terasa menyentuh kulit dadaku, masuk melalui celah kancing jacket yang ku kenakan.
                                                                                             
Hari yang Cerah
 "Bangun !,cepat bangun..!!! Enak-enakan kamu tidur disini.
 Bibi memberi makan kamu bukan untuk seperti ini...!"

" Tapi, aku masih mengantuk sekali. semalam aku tidur jam 4 pagi, setelah membereskan tumpukan kantung plastik itu.!"

" Jangan membantah.!, sekarang juga kamu cepat pergi ke kios disana kamu bantu-bantu paman mu yang kere dan jelek itu.!"

Paman ku yang penyabar, selalu setia mendampingi istrinya. Tetap mengalah demi menghindari cekcok mulut dalam rumah tangganya, selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk istri tercintanya. Walau tak secuil penghargaan pun di perolehnya,

aku selalu merasa kasihan sekali setiap melihat kearah kedua kelopak matanya itu.
Mulutnya lebih banyak terkunci, hanya gerakannya saja selalu terlihat gesit diantara tubuh kurus legamnya.

" Ini makanlah dahulu, tidak baik membiarkan perut mu kosong saat kamu bekerja.!"

" Paman sendiri sudah makan?!"

Mendengar pertanyaan ku tadi, paman tidak langsung menjawab. Beliau hanya memandangiku sambil menyunggingkan senyuman yang sama sekali tak ku mengerti. Tetapi tak lama kemudian beliau mengelus kepala ku, dan berkata: 

" Sekarang kamu makan ya!. Paman sudah." 
                                                                             
                                                                              *****

“Bu Yuli, Ramlan hari ini masuk sekolah tidak?.”

“Tidak.! Pak kepala sekolah.”

“…Mh, begitu ya ?!
apakah ada surat yang dating diperuntukan ke ibu Yuli, dari pihak wali murid?.”

“Tidak ada juga pak!. Saya pribadi pun sangat menyayangkan atas sikap kurang pedulian dari wali murid tersebut, karena dengan tidak adanya kabar yang sampai kepihak sekolah, membuat panjang daftar Alfa dari murid yang bersangkutan.”

“Sayang sekali ya bu. Padahal Ramlan itu, termasuk anak yang cerdas!.”

“Iya, benar pak kepala sekolah. Sangat di sayangkan sekali !.”

“O ya pak Herman, siang ini saya ada sedikit keperluan.
Jadi…. Nanti saya minta tolong, disini biar pak Herman yang urus dahulu ya pak !.”

“Oh… baik, baik pak !.”

“…Mhh, terima  kasih  pak Herman.!” 

Hari  ini aku tidak masuk sekolah lagi, untuk kesekian kalinya dan akupun tertinggal mata pelajaran sekolah ku.aku rindu dengan teman-teman sekelas ku, terkadang aku merasa iri dengan mereka,karena bisa belajar dengan tenang dan tanpa beban. Tidak seperti aku yang selalu mendapat gangguan dari bibiku dan anak-anaknya.

“Ramlan…, Ramlan !.”


Satu suara memanggil-manggil namaku, aku yang tengah berjalan cepat-cepat menghampiri si pemilik suara tersebut. 

“ Ada apa Ton… !?.”

“Ada seorang bapak sedang mencari mu, sekarang beliau ada di rumah ku. Sedang berbincang-bincang bersama ibu ku.!”

“siapa Ton bapak yang kamu maksudkan?”

“Sudahlah.!Sekarang kamu ikut aku  saja ya.”

“Ayo kita  temui beliau Ton. !”

                                                           

"Selamat pagi Kapten !”

“pagi…
Ups !, perjalanan yang melelahkan ya. Tapi puas juga karena ahirnya  kita  bias menangkap dan sekaligus membawa pulang buronan kita.”

“benar pak.! Setelah mendapatkan perlawanan yang sengit ahirnya kita  bisa menangkapnya juga.
Oya pak, tadi ada seorang lelaki bernama Ramlan. Mengaku anak dari Bapak Hasan, yang beberapa hari ini dikabarkan menghilang datang mengantarkan sepucuk surat untuk bapak.”

“ Oya.! Mana suratnya?!”

“saya taruh diatas meja bapak.!”

“Oya pak, apa saudara Ramlan menceritakan sesuatu pada bapak?”

“iya katanya hari ini dia akan melakukan perjalanan kearah selatan. Itu saja sih pak.!”

“Oke, kalau begitu saya kedalam ruangan saya dulu ya pak…”

*****


Langit Nampak mendung mungkin sebentar lagi akan turun hujan, aku harus mempercepat perjalananku menuju persembunyian mereka. Aku yakin bapak sa’at ini sangat tersiksa,akibat  perbuatan para jahanam itu. Semoga saja kapten Harris bias melacak keberadaan ku, lewat jejak yang kutinggalkan dari awal laporan ku lalu aku yakin sekali, dia pasti akan menemukan lokasi yang saat ini tengah ku tempuh melalui surat yang telah kukirimkan kepadanya.

Butiran-butiran air yang terbawa  angin terasa menerpa diwajah ku, lapisan hitam yang menggulung diatas langit kini benar-benar sudah berubah wujud menjadi cairan deras yang di tumpahkan dengan tiada  sedikit pun kecanggungan. Luluh sudah debu yang beterbangan, hujan ini mampu menyiutkan nyali sebagian mahluk yang pada dirinya tiada terdapat rasa ketergesa-gesaan.
Tetapi tidak dijalan yang kini tengah kutempuh, pepohonan dan bebatuan seakan menyuarakan “Yel-yelan” agar bara semangat ini tak padam tersiram oleh guyuran berkubik-  kubik air. Agar persendian tubuhku, tak jadi kaku karena terbalut rasa dingin.

*****


Penuh keberkahan
Pak Hasan adalah kepala sekolah ku, beliau datang untuk meminta agar  aku ikut bersamanya. Dan dirumah beliau aku mendapatkan perlakuan layaknya anak beliau sendiri. Apa yang bapak dan ibu makan itu pulalah yang aku makan. Bersama mereka aku menemukan jati diriku, serta kehangatan sebuah keluarga.
Bapak yang dulu datang mencari ku, karena sudah beberapa hari aku tidak masuk sekolah. Dan bertemu dengan orang tua salah satu temanku, sekaligus juga tetangga rumah dimana waktu itu aku tinggal bersama Bibi dan Pamanku.

Rasa syukur tak pernah terhenti, atas anugrah yang telah Tuhan berikan kepada ku. Berpuluh- puluh  tahun sudah terlewati hingga kini aku besar dan dewasa. Ketenangan harusnya sudah abadi, disisa usia pak Hasan. Tetapi mungkin inilah sebahagian dari ujian Tuhan, atas hamba-hambanya yang beriman.   Cobaan yang menjadikan kesabaran sebagai dasar keimanan dan ketakwaan, atas segala musibah yang melanda. Semoga kegetiran ini segera berakhir, bersama linangan air mata kebahagiaan.

Semoga hujan yang turun tiada henti ini, menjadi  pertanda baik. Bahwa alam memihak  pada jalan orang-orang yang sedang di dera kesengsaraan serta kesedihan ini,  membawa keberkahan pada seluruh alam, hingga ahirnya menyuburkan kasih sayang pada mahluk dan seisi dunia ini.

 *****



Dari jauh bangunan itu hampir menyerupai sebuah kapal perry yang sedang merapat di dermaga, semua jendelanya berkaca hitam dan memberi kesan kemewahan tersediri. Kini aku semakin mendekat kearah bangunan megah berlantai dua itu, sesampainya aku disana ku putari sejenak sambil berjalan melalui pagar bangunan rumah tersebut. Tak berapa lama kemudian akupun mendapatkan celah untuk bisa masuk ke dalam pekarangan rumah tersebut, melalui sebuah batang pohon aku berhasil melompati pagar yang mempunyai tinggi  kurang lebih tiga meter. 

Lalu aku mengendap-endap mendekati belakang rumah. Aku berharap di sekitar sini tidak ada anjing , tapi tunggu sebentar,….. aku mendengar suara seseorang, oh tidak ! nampaknya ada beberapa orang yang sedang berbicara di ruang belakang rumah tersebut. Sial.! Hampir saja salah seorang dari mereka melihatku, ketika mendadak pintu belakang rumah terbuka. Cepat-cepat ku rapatkan badan ku pada sebuah tumpukan drum kosong. Lalu mata ku mengintai mengikuti langkah orang yang baru keluar tersebut.

Ku lihat sebuah pintu berukuran persegi empat terangkat keatas, rupanya pintu tersebut adalah akses keluar masuk menuju ruang bawah tanah. Bagai mana ini?, bagai mana caranya agar aku bisa masuk keruang bawah tanah itu?. Satu-satunya cara yang bisa kutempuh adalah melumpuhkan penjagaan di sekitar ruang bawah tanah itu, agar aku dapat leluasa masuk. Walau sebenarnya aku tidak yakin betul ada berapa orang di dalam sana.

Hari sudah mulai meredup, sebentar lagi malam tiba. Ku putuskan untuk secepat mungkin menyeruak masuk kedalam ruang bawah tanah itu, Tapi tiba-tiba mata ku melihat sesosok tubuh yang sangat aku kenali, dia dengan seorang lelaki berambut kribo berjalan pelan menuju ruang bawah tanah tersebut. Apa ini?... tidak!, tidak mungkin. Aku hanya salah lihat, atau memang di dunia ini ada kembaran seseorang hingga begitu miripnya. Ya Tuhan apa sebenarnya yang sedang terjadi ini.?! Sambil setengah berlari cepat-cepat ku angkat pintu persegi empat penutup ruangan bawah tanah tersebut.

Apa ini…? Setan apa, yang sengaja membangun ruang bawah tanah seseram ini…, sinar lampu yang nyaris tidak sanggup untuk menerangi ruangan, tergantung dipenuhi debu. Dinding serta lantainya terlihat kotor serta kusam dan mengeluarkan aroma yang menyesakkan rongga pernafasan ku. Aroma kengerian santer tercium menebar sejuta terror  membuat jantungku kian berdegup tak menentu. Ada langkah terdengar, lalu satu bentakkan keras terdengar menggema kesetiap sudut ruangan. Ya… Tuhan semoga aku salah menerka, dan pak Hasan tidak sedang  berada ditempat semengerikan ini

Menelusuri ruang bawah tanah yang gelap dalam ketidak menentuan mengharuskan aku untuk waspada akan apapun yang akan ada dihadapan ku. Karena itulah ketika suara bentakan itu menghilang kuda-kuda kedua kaki ku semakin kokoh tertancap ke bumi. Aku siap meremukkan tulang belulang dari musuh-musuh ku yang mencoba merintangi ku.

Satu persatu langkah orang-orang yang berada diruang bawah tanah tersebut aku lumpuhkan, lama ku tunggu kemudian aku memutuskan untuk melajutkan penelusuran ku pada ruang bawah tersebut. Kamar demi kamar,ruang demi ruang ku periksa. Hampir semua ruangan telah ku periksa, tinggal satu ruangan lagi yang terletak di ujung koridor sana.

Perlahan ku buka pintu ruangan paling ujung ini, lalu sesosok bayangan tiba-tiba saja deras menyerang ke arah ku,serangannya begitu cepat membuat sulit untuk ku hindari maka akupun terpelanting menghantam lantai penuh debu, belum juga aku sempat untuk bergerak kembali satu tendangan keras datang ke arahku, kali ini dari penyerang yang lain dan mengenai dadaku. Aku terguling ke arah kiri dan membelakangi si penyerang, seorang dari mereka cepat menyergap ku. Salah satu tangan ku di lipatnya kebelakang punggung ku dan rambut ku di jambaknya hingga posisi wajah ku terangkat ke atas. Dan lagi-lagi satu tendangan keras mendarat telak mengenai wajah ku. Aku merasakan dunia di sekeliling ku pun menghitam…. Aku pun tak sadarkan diri.
*****
Mulai dari kepala hingga sebahagian dada ku basah oleh guyuran air,  aku mulai kembali tersadar  dari pingsan ku. Perlahan ku perhatikan keadaan disekeliling ku…
“Sialan kau Anton !”
“kenapa kau berbuat seperti ini ?! di mana pak Hasan?... cepat lepaskan aku.!”
Rupanya dia biang keladi dari ini semua, di hadapan ku kini duduk seorang lelaki menatap tajam ke arah ku dengan wajah dingin. Aku mengenali  orang ini hanya saja ekspresi wajah itu,… kini tidak seperti yang biasa ku lihat. Kenapa harus dia ?! tiba- tiba “Plakkk!!!” satu tamparan mendarat ke pipi kanan ku.
“ikutlah bersama ku dan jangan kau hiraukan lagi bapak tua itu.!”
“maka aku akan mengampuni mu!”
Suaranya datar dan nyaris tidak berperasaan.
“aku berharap kau sadar dan menyesali perbuatan mu ini Anton !.”
“Hey Ramlan, apa yang kau mau katakanlah,.! Kau ingin harta kekayaan?!... wanita? Ayo katakanlah aku akan memberikan semuanya itu, asalkan kau ikut bersama ku. “ berdua kita kuasai dunia ini..!”

“Sinting kau !!!.”
Sadarlah,sadarlah… kau adalah sahabat terbaik ku aku tak ingin hidup mu berujung pada ke hancuran, kita masih muda masih banyak kesempatan untuk memperbaiki kesalahan….
“Diammm kau.!!!” Suara bentakkannya menggema keseluruh  ruang bawah tanah.lalu dia berkata lagi…
“…ini terimalah karena kau sudah berani- beraninya menasehati ku “
Satu tendangan kembali menghantam ulu hati ku, lalu di susul dengan tinju yang di sarangkan tepat ke wajah ku. Aku terkulai dengan tumit tak menyentuh tanah karena kedua pergelangan tangan ku terikat kuat pada tiang pancang. Darah segar meleleh  dari sudut bibir dan hidung ku, sekuat tenaga aku ingin berontak dan ingin melepaskan diri dari ikatannya. Tapi sekarang ini aku hanya bisa berusaha agar aku tak jatuh pingsan lagi,” … Ramlan kaukah itu?...”  suara itu samar-samar  ku dengar diantara kondisi badanku yang kian melemah. Mata ku berputar mencari sosok orang yang memanggil nama ku, Pak Hasan! Benarkah suara itu suara pak Hasan?? … pak Hasan yang memanggil nama ku. Entahlah pandangan mata ku mulai kabur lagi, pendengaran ku pun mulai tidak menentu dunia disekeliling ku seperti berputar.

‘’ Bha…ha..ha…ha… kita bunuh saja dia Bos, bersama tua Bangka itu.!”
“ Diam kau jarot.!”
“BUnuh membunuh itu soal mudah untuk saat ini tetapi apa kau tak mendengar suara ke gaduhan di atas sana?,”
Suara anton sedikit berbisik kepada temannya.
“suara apa Bos ?!”
“kau tuli Jarot !. sepertinya aku mendengar suara letusan senjata.”
Mendengar suara percakapan mereka aku tersenyum kecil dengan mata yang menyipit.
“menyerahlah Anton, polisi sudah mengepung tempat ini.!”
“menyerahlah… “

Mendengar perkataan ku kembali dia menjadi geram, wajahnya mengeras kedua gigi gerahamnya gemeretak beradu bergesekan. Irama nafasnya liar  tak terkontrol kemudian meledaklah kemarahannya. Dia mencabut sebuah pistol yang terselip dibelakang pinggangnya kemudian dengan berutal mengacung-acungkan pistol itu dan mengarahkan moncong laras pistol itu tepat ke arah wajah ku.
“Kurang ajar kau ! kau ingin mati !? baiklah…aku akan membunuh mu sekarang ini. Bersiaplah sambut kematian mu Ramlan.!?”

Ramlan…Ramlan,… kembali suara itu ku dengar dan kini mataku bisa menangkap bayang bayang tubuh orang yang memanggilku. Ya Tuhan itu pak Hasan dan aku yakin sekali walau tubuhnya samar-samar ku lihat.
“pak Hasan… !? “
Aku pun berteriak memanggil nama bapak.
“Bha…ha…ha…ha….
Ya benar !, panggillah namanya sekali lagi …”
“Bedebah kau anton !, kenapa kau lakukan ini?. Salah kami apa ?!
“Jawab !!, cepat jawab!.”
“Okey…Okey, aku akan menjawab rasa keingin tahuan mu itu, sahabat payah ku!. Setidaknya kau mati dengan tidak membawa rasa penasaran mu yang  besar itu.”
“kau dengar ini baik-baik… tua Bangka itulah yang telah menyebabkan kakak kandung ku mati.  Karena sok tahu dia pikir dengan melaporkan kakak ku pada polisi serta merta akan mengahiri cerita ini ?, Tidak!!!. Tua Bangka itu salah…”

Pak Ratno siapkan unit bantuan sekarang juga kita akan meluncur kea rah selatan, saya mensinyalir sindikat yang sedang kita cari sesungguhnya bermarkas disekitar sana.!
Dan besar kemungkinannya pak Hasan yang beberapa waktu ini dikabarkan menghilang sekarang berada disana.”
“siap.!
Laksanakan .!...”


Catatan harian pak Hasan :
Kamis 24 februari 1991 mendung menyelimuti  rumah keluarga besar ku, aku takut pada Tuhan ku yang telah memberi amanah besar ini. Bagai mana nanti anak-anak ku hidup jika darah setan nan laknat mengalir dalam nadi mereka

Jum’at 25 februari 1991 satu generasi telah terkekang, semoga apa yang mengurungnya kini bias memberinya pelajaran hidup bersama aku yang telah lalai membimbingnya. Ma’afkanlah… aku”

…. Jadi catatan yang aku temukan dikamar pak hasan itu tertuju pada semua kejadian ini, bodohnya aku mengapa tak sedari awal aku menyadari isi catatan harian pak hasan yang tak sengaja aku temukan itu . sebenarnya niat pak hasan adalah baik, hanya sekedar ingin memberi efek jera pada kakak kandung sahabat ku itu yang tertangkap basah oleh pihak sekolah karena kakak kandungnya menjual Narkoba pada salah satu siswa. Namun saying karena begitu kerasnya kehidupan dalam penjara membuat kakak kandungnya terbunuh. ….

“Sekarang matilah kau…!”
Teriaknya ,mata ku terpejam seluruh tubuh ku menggigil aku didera rasa takut yang teramat sangat.
“Tidak. Tidak semudah itu!,aku akan membunuh ayah  angkat mu terlebih dahulu agar rasa kehilangan akan orang-orang yang kau cintai mendera mu. “
“Jarot… ! seret kemari tua Bangka itu..cepat !!!”
“Baik Bos!”
Tak lama kemudian didepan ku Nampak sesosok tubuh tambun terjatuh karena dorongan tangan jahaman itu, oh… Tuhan keadaan pak hasan sungguh memilukan, kini beliau ada di hadapan ku yang sedang tak berdaya ini. Bajunya kotor dan aku lihat ada bekas noda darah yang mongering dibeberapa bagian wajahnya.
“bapak, maaf….
maafkanlah aku… “

bapak hanya mengangguk sambil tersenyum aneh aku merasakan betapa kuat senyuman itu higgga membawa ketenangan pada jiwa ku, yang sedang  dilanda kepanikkan ini.
“matilah kau tua Bangka..! kau lah penyebab kematian kakak kandung ku.”
“Anton tunggu….!
Kau salah sangka, justru orang yang menghabisi nyawa kakak kandung mu adalah orang-orang dari perkumpulan kakak mu sendiri. “
“…Omong kosong !! tutup mulut mu !.”
Kali ini mendadak Jarot membentak ke padaku matanya melotot dan nyaris keluar dari tempatnya. Lalu satu tinju bersarang di ulu hatiku
“apaaa yang kau lakukan?! Di sini aku yang menjadi Bosnya, kau tak berhak melakukan hal seperti itu tanpa seijinku. Kau paham rambut kribo!!”
“tetapi bos,…dia itu…!”
“Diam Kau.!

Aku juga tidak akan segan-segan untuk membunuhmu jika kau tidak menuruti perintah ku kau dengar itu rambut keribo.!?”
Aku lihat kedua tangan orang yang dipanggil dengan  nama rambut kribo itu terkepal erat, menahan emosinya. Tetapi tak urung ahirnya dia mundur beberapa langkah kebelakang, matanya sekilas menatap kearah Anton yang berada didepan samping kanannya tatapan mata yang penuh dengan sinar kelicikan.

*****

“Sebenarnya apa yang ingin coba kau katakan sahabatku.! ? ceritakanlah…!
Aku telah mengenalmu lebih dari dua puluh tahunan jika ada kebohongan dari mu, aku akan sangat mengetahuinya…”
“Dan kau jarot.!!! Tetaplah berdiri disana jangan beranjak jika tak ada perintah dari ku.!”

Sambil mengumpulkan tenaga yang tersisa aku mencoba menceritakan semua hasil investigasi serta penelitian ku selama pak Hasan menghilang.  Terlebih lagi begitu aku mendapat kabar bahwa telah terjadi pembunuhan di dalam penjara dimana si korban adalah kakak kandung mu, maka diam-diam aku mencari tahu dan melakukan penyelidikan.  Melalui keterangan yang aku dapat dari kepolisian khususnya dari kapten Harris, serta kesaksian dari beberapa tahanan diketahui bahwa yang telah melakukan pembunuhan itu adalah salah satu dari jaringan sindikat yang sengaja menjebloskan dirinya kelingkungan tahanan.berbaur kemudian melakukan aksi pembunuhan tersebut.

Hal ini diketahui setelah pihak kepolisian mengintrogasi  si pelaku dan beberapa hari kemudian polisi pun berhasil membekuk kepala komplotan sindikat tersebut, yang beberapa waktu sempat buron kearah utara kota ini. Aku berpikir dengan menemukan markas ini dan dimana kau sendiri menjadi Bos para begundal itu membuat tanda Tanya besar dalam otak ku.!

Jangan-jangan pimpinan komplotan sindikat yang sebenarnya ada di ruang bawah tanah ini, berbaur diantara kita, dan kau sendiri telah di manfaatkan olehnya dengan dalih balas dendam. Cobalah kau sadari, siapa yang pertama kali menemui mu dan menyalakan api kemarahan yang dia namai dengan kata balas dendam itu. Dia sengaja ingin mengaburkan pandanganmu serta menutup mata hatimu. Aku yakin semua ini tertuju pada satu orang…. Dan orang itu adalah kau JAROT !
Bersambung ….


……. Dan orang itu adalah kau JAROT !”
“Apa.!!!”
“Ya. Kaulah kepala komplotan dari semua ini, kau yang mendalangi pembunuhan di dalam penjara tersebut. Dan kau juga yang mengatur agar seakan-akan kepala komplotan terbesarnya tertangkap oleh polisi diwilayah utara beberapa minggu yang lalu.!”
“tutup mulut mu.!?”
“percayalah Bos semua itu tidak benar.!”
Jarot berkata setelah maju kehadapan anton.
“Tetaplah di belakang ku, dan jangan melakukan aksi apa-apa lagi.!”
“Tapi bos… “ Jarot pun surut kebelakang menghadap kepunggung Anton  lalu tak lama kemudian Anton kembali berkata, kini dia setengah bertanya kepada Jarot:
“ lalu bagai mana cara kau untuk menjelaskan isi rekaman kaset pembicaraan mu lewat telepon yang berhasil kurekam ini hai kau rambut kribo.!?”

Tak dapat ditutupi lagi raut wajah lelaki yang sedari tadi berdiri dibelakang Anton tersebut seketika berubah menjadi pucat. Wajah sangarnya tidak dapat menipu penglihatan ku jantungnya laksana berhenti berdetak.
Belum selesai suara rekaman tersebut diputar tiba-tiba dengan satu gerakan yang sangat cepat sekali Jarot menghujamkan pisau belatinya kearah Anton.
 “Anton …!!! Awas dibelakangmu.!?”

Sepontan aku langsung berteriak ketika melihat Sijarot menghunus pisau belati. Namun sayang tidak demikian dengan Anton,dia kurang sigap menerima serangan yang mendadak itu. Pinggang kirinya Nampak mengucurkan darah setelah sebelumnya dia terjerembab terlebih dahulu karena dorongan tangan kiri si Jarot.
 Anton cepat berdiri, dia menggeram bagai harimau lalu seperti tak peduli dengan luka tusuk yang di rasanya dia meloncat menyergap kearah si Jarot. Aku sempat terkesima menyaksikan gerakan yang dilakukan sahabatku itu,dimana saat dia melayang diudara, dua bunyi letusan tembakan beruntun mengarah tepat kebagian vital tubuh si Jarot. “Beng…! Benggg.!!!” Seketika itu juga jarot terkapar mengejang diatas lantai yang berdebu itu dan sedetik kemudian dia tak bergerak sama sekali….

Bulu kuduk ku meremang berdiri, ketika gelak tawa Anton terdengar memenuhi ruangan. Ku lihat sekejap kearah Bapak, beliau jatuh lunglai bersimpuh diatas lantai dengan kedua tangan terbelenggu wajahnya tertunduk, hanya bahunya saja yang kulihat tergoyang. Kemudian kualihkan kembali pandanganku pada sosok sahabatku dia masih saja tertawa dengan posisi membelakangiku. Sungguh tawanya itu yang membuat bulu kuduk ku meremang, sudah sintingkah dia….?
 “…Anton.! Sadarlah kau.!?”

Mendengar suara bentakkan ku, mendadak suara tawanya lenyap. Lalu cepat dia membalikkan tubuhnya kearahku. Aku tak bisa menggambarkan ekspresi wajah sahabatku tersebut, yang kini sedang berada dihadapan ku dengan sepucuk pistol digenggaman tangan kanannya itu. Matanya menyipit dan tak berkedip memandang kearahku,dari sudut matanya tampak ada cairan yang meleleh entah itu airmata apa. Mulutnya terus saja menyeringai  memperlihatkan barisan giginya, dengan penuh misteri dia mematung dihadapanku.
“Anton sudahlah.!
Semuanya sudah berakhir mari kita pulang kawan…!”

Aneh, mengapa dia kembali tertawa terbahak setelah mendengar perkataan ku barusan. Dan aku sama sekali tidak suka dengan gelagat tawa yang di keluarkannya itu…
“Hentikan.!
“kau pikir ini lucu bagimu.?! Tidak . ini semua sama sekali tidak lucu.!”
Suara tawanya mulai melemah dan lalu benar-benar menghilang. Pelan dia melangkah menghampiriku…
“Ramlan… sekali lagi aku tawarkan kepadamu, ikutlah bersama ku. Aku membutuhkan orang yang jujur dan dapat aku andalkan seperti dirimu.!”
Wajahnya terlihat memelas yang berjarak hanya beberapa senti ketika dia berkata kepadaku…
“Tidak.!
Ku mohon urungkan niat jahatmu itu…”
“Baiklah jika begitu, lagi pula waktuku sudah tidak banyak lagi disini. Dimasa yang akan datang akulah yang akan menjadi musuh bagimu musuh yang sebenar-benarnya.!”

Dia tidak bergurau dengan ucapannya barusan, ku lihat dia dengan penuh keseriusan mengatakan hal tersebut. Jantung ku kembali berdebar kencang aku terlalu takut untuk membayangkannya…
“kau tidak percaya dengan ucapanku?...
Baik akan aku buktikan jika aku tidak main-main dengan ucapanku.! “

Aku hanya bisa terbengong ketika tanpa ku sadari, dia telah mengarahkan ujung laras pistolnya tepat kearah pak Hasan yang sedari tadi dalam posisi duduk terkulai dan tanpa bisa ku cegah suara ledakan dari pistol laknat itu terdengar memeka-kan telinga ku.!

“….TIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAK.!!!”



~Selesai~

Dunia Baru #1



Udara malam terasa segar dan bersih setelah merasakan kengerian diruang bawah tadi,manis rasanya melihat awan-awan bergerak serta cahaya bulan yang menembus celah- celah awan yang bergerak hilir mudik seperti kesenangan dan kesedihan dalam hidup manusia. Manis rasanya menghirup udara segar yang tidak mengandung noda dendam, sangat manusiawi rasanya melihat warna merah dilangit, dibalik bukit, dan mendengar samar-samar dikejauhan suara-suara tanda kehidupan sebuah kota besar.

Setelah kapten Harris beserta Teamnya menemukan lokasi dimana aku disekap, ahirnya aku dilarikan kerumah sakit yang berada di pusat kota. Walau sesungguhnya rasa sedih ini karena kehilangan masih saja menyelimuti perasaan ku.  Kini aku terbaring dilantai tiga rumah sakit dengan sejuta perasaan gelisah.


 Dari balik tirai jendela rumah sakit ku pandangi jalanan yang mulai macet, lampu-lampu berwarna merah dan kuning tampak mendominasi berbaris memanjang seperti tubuh ular yang menjalar. Kemudian tepat disebuah kelokan pemandangan berubah warna menjadi kejingga-jinggaan tersiram sinar emas dari mentari sore, tak terasa senja mulai merayap sebentar lagi dingin akan memeluk raga ini.

Perlahan pintu kamar terbuka,ku lihat ibu melangkah masuk tanpa satu suara lalu duduk dikursi menghadap kearah ku. Wajah ibu Nampak sedih, aku tak dapat membayangkan semua kesedihan yang dialami oleh ibu terlebih dengan kematian Bapak yang begitu mengenaskan perlahan kugerakkan tanganku, lalu ku gapai jemari ibu. Ibu hanya tersenyum dan tetap tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya

“Ma’afkan Ramlan bu.!”

“Ramlan tak dapat menyelamatkan bapak…”

Ibu hanya mengangguk kecil lalu perlahan berkata…

“Ibu tahu.! …ini semua bukan salahmu Ramlan.!”
“Besok kita pulang kata dokter kondisi badan mu sudah mulai membaik.!”

“ iya bu….!”

*****

Sementara itu disebuah rumah di satu sudut sebuah Gang, seorang lelaki yang berumur sekitar dua puluh lima tahunan dengan satu luka bekas tikaman pisau belati terbaring dalam kamar yang pengap. Matanya terpejam, wajahnya dipenuhi peluh dengan bibir yang semu membiru. Seorang wanita dengan wajah ayu Nampak khawatir demi menghadapi kondisi tubuh lelaki tersebut

“ Anton.!
… Aku harus segera membawa mu ke rumah sakit, kondisi badan mu semakin lemah karena terlalu banyak pendarahan.!”

“ Tidak Santi.! Ambillah uang ini dan usahakan kau bawa kemari seorang dokter untuk mengobatiku.”

“Tapi… aku tak bisa meninggalkan mu dalam kondisi seperti ini.!?”

“Tidak apa-apa… pergilah.!”
“…. Santi, jangan terlalu lama Yah.!”

“ Iya mas… “



Dunia Baru #2
“ Ramlan… ada kabar baik buat kamu nih.!”
Seru satu suara yang sangat ku kenal baik dia adalah Andini seorang gadis manis teman SMA ku dahulu, banyak pria yang tergila-gila padanya mereka berharap dapat memiliki tubuh gadis itu tetapi entah mengapa sampai detik ini pun dia masih memutuskan untuk menjomblo apa yang kurang dari para lelaki yang mencoba mendekatinya mereka kebanyakan berpenampilan tajir bahkan ada juga dari kalangan pebisnis muda yang sukses.

 Entahlah.! Kadang cinta membuat aku sendiri pun merasa bingung. Atau jangan-jangan Andini diam-diam menaruh hati padaku… bha…ha…ha…ha… tidak mungkinlah dia menaruh hati pada pemuda kere seperti aku ini, tapi jika ya dia menyukai ku… wuiiih.! Betapa beruntungnya aku ini.

“ hey.! Di panggil-panggil sedari tadi kamu malah asyik-asyikan bengong di sini.! “ suara Andini membuyarkan lamunan ku, aku hanya garuk-garuk kepala ku yang memang tidak gatal sambil mengeluarkan tawa kecil.

“ wah.! Wah.! Kamu lagi bejo ya Lan.?”
“ tidak kok.! Aku Cuma lagi berpikir saja.” jawabku sekenanya.
“ mikirin apa.?!”
“ anu… “
“ ah… sudahlah.! Ini lho aku mampir kesini ada yang hendak aku sampaikan ke padamu.!”
“ oya.! Apa An…! “
“ di tempat kerja papa ku sedang ada lowongan pekerjaan,bukankah tempo hari kamu mencari- cari info lowongan kerja.? “
“ benar An… aku memang sedang butuh satu pekerjaan. Tapi pekerjaan seperti apa yang di tempat papamu itu An.?!”
“ papa ku berkerja di sebuah bank swasta yang cukup terkenal, katanya di sana sedang membutuhkan seorang kurir atau massanger.”
“ wah…! Cocok sekali. Kebetulan surat izin mengemudi ku masih panjang nih.!!”

Ada senyum simpul yang keluar dari bibir mungil gadis yang kini sedang duduk di sebelah ku ini, aku tak bisa menerka lebih jauh lagi arti senyum itu. Yang pasti sinar matanya begitu berbinar-binar ketika dengan penuh semangat aku katakan kepadanya kapan aku harus datang ke kantor papanya tersebut guna interview.

Siang itu juga kabar baik tersebut aku sampaikan pada ibu, beliau ikut senang dengan kabar tersebut. Satu pesan yang ibu sampaikan pada ku Rajin-rajinlah di tempat kerja nanti, ujarnya. Akhirnya siang itu kami lalui bertiga saja dengan obrolan-obrolan ringan sambil di selingi candaan yang di buat Andini, dia seakan tahu bagai mana caranya melepas kenangan pahit yang pernah aku alami.

Walau aku yakin sekeras apapun dia mencobanya, kisahku bersama kenangan pahit itu tak akan mudah untuk dilepas karena diluaran sana masih ada sosok Anton seorang sahabat yang telah memutuskan menempuh jalan hitam dan tanpa bisa di duga dia bisa mengancam ketenangan hariku kapan saja.
Namun, …. Terima kasih telah menemani.!




Dunia Baru #3

Air yang tenang bukan berarti tiada riak sama sekali hidup tenang bukan berarti terjauh dari segala persoalan akan tetapi besar dan kecilnya persoalan yang ada, sudah semestinyalah untuk diselesaikan sebagai mana aturan mainnya. Aku menyisakan waktu untuk itu semua karenanya di sela-sela kesibukan ku sebagai seorang karyawan aku masih meluangkan waktu mencari tahu dimana keberadaan sahabatku Anton. Semoga kelak jika tuhan mempertemukan aku dengannya dia bisa sadar dan kembali kejalan yang benar.

Seperti hari ini sepulangnya aku dari tempat kerja, kembali aku mengunjungi salah satu sahabatku dimana diapun mengenal Anton sama baiknya dengan aku mengenalnya. Kemarin danhari ini aku masih menyimpan keyakinan bahwa sahabat yang satu ini mengetahui ‘sesuatu’ tentang keberadaan Anton hanya saja dia menyembunyikan apa yang dia tahu.
Semoga usaha keras ku ini dalam menguak informasi membuahkan hasil darinya, sesampainya aku disana dapat aku lihat dan juga aku rasa jika dia begitu merasa terusik dengan kehadiranku. Terlebih ketika ku coba menyinggung kembali tentang keberadaan Anton dia begitu ketus menjawab :
“sudahlah aku tidak tahu apa-apa lebih baik kau pulang saja dan jangan mencoba menbekatinya  demi kebaikan kita semua..!!!”

Rasa penasaranku makin menjadi-jadi,jelas sekali dibalik kaliamat yang dia ucapkan ada tersimpan petunjuk tetapi entah apa masalahnya dia begitu mengkhawatirkannya jika aku mencoba mendekati Anton. Baiklah.! Aku memutuskan untuk mundur dari hadapannya setelah berpamitan aku tidak langsung mengarahkan motorku menuju jalan angkasa dimana aku tinggal disebuah persimpangan kembali kuputar stang motor ku dan mengarah kembali kearah rumah sahabatku itu.
Tepat disebuah kedai minuman yang berjarak hanya beberapa meter dari rumah sahabatku itu aku memarkirkan motor ku, wuaah…! Disini aku bisa leluasa mengawasi gerak-gerik orang yang keluar ataupun masuk ke rumah sahabat ku itu. Tempat yang cocok sekali untuk ku mulai pengintaian ku, sial kau Jamil.!  Lama aku berada di kedai minuman itu… sampai-sampai si abang pemilik warung mencurigaiku.

“mas…lagi nunggu seseorang.!?” Oh tidak jawab ku.! Aku jelaskan kepadanya jika aku sedang mengalami masa sulit dimana aku sedang membutuhkan sebuah informasi tentang keberadaan seorang sahabat yang telah lama menghilang tetapi karena dorongan keyakinan bahwa orang yang kini tengah ku intai bisa menunjukan keberadaannya maka dari itulah aku rela membuang-buang waktu seperti ini. Dan setelah panjang lebar aku berceritera ahirnya pemilik kedai itu tanpa terduga memberikan satu informasi yang sangat berarti buat ku,menurut pengungkapannya Jamil sahabat yang kini tengah ku intai kerap keluar rumah sekitar jam 9 malam dan pulang lagi sekitar jam3 pagi.

Begitulah,… maka tanpa sadar akupun melirik kearah arloji yang berada ditangan kanan ku. Sa’at itu menunjukkan pukul 8.30 malam,dan berarti tak akan lama lagi Jamil akan keluar rumah dan saat itu pulalah aku akan membuntutinya.


DUNIA BARU #.4
Berbeda tetapi sama itulah yang aku rasakan ketika melihat seorang lelaki yang ditemui oleh Jamil malam itu, entah mengapa walau hanya beberapa saat aku memperhatikannya aku seperti mendapat satu keyakinan bahwa lelaki yang ditemui Jamil di salah satu club  malam itu adalah Anton. Tapi aku tidak bisa seenaknya saja menuduh serta menyerangnya sengit dengan sejuta cercaan  bahwa dialah yang telah menjadi penyebab ketidak tenanganku selama ini. Sial.! Kumis serta potongan hidung itu sudah benar-benar mengelabui ku. 
Sementara fisik serta tatapan mata yang dingin itu tidak mungkin dapat ku lupa begitu saja, ah… apakah hanya pikiran ku saja yang terlalu penuh ditumpuki baying-bayang dia. Hingga orang yang baru kulihat saja sudah ku anggap sebagai sosok Anton.


Sementara itu tanpa ku sadari sepasang mata dengan bulu matanya yang lentik tak henti memperhatikan ku, gadis itu duduk di meja yang terpisah berada tepat disamping kanan meja yang kini ku tempati. Hal ini baru ku sadari ketika dia menghampiri dan menyapaku,sejenak aku tertegun…jujur saja aku teringat kepada Andini. Wajah gadis yang kini langsung duduk didekat ku, mengingatkan aku kepadanya. Beberapa hari ini aku sudah tidak menemuinya, dia terdengar selalu mengkhawatirkan ku di tiap nada pembicaraan kami melalui telepon. Terakhir kali ketika aku sedang berada di kedai dekat rumah sahabat ku, Andini menelepon dan menanyakan keberadaan ku. Aku merasa bersalah karena waktu itu tidak berkata jujur padanya. Jika saja dia tahu beberapa hari ini aku sedang menelusuri keberadaan Anton sudah tentu dia tidak akan menyetujui keputusanku ini. 

Bha… ha…ha…!aku jadi tertawa sendiri, jika mengingat-ngingat kelakuan kami. Aku rasa Andini memang menaruh hati padaku, tetapi diantara kami berdua belum ada satu orangpun yang berani untuk saling mengutarakan isi hati. “Hei.!!! Kamu dengar tidak sih perkataan ku tadi.?!” “kenapa malah senyum-senyum sendiri seperti itu,.!?” Sentuhan tangan gadis itu menyadarkan aku dari lamunan, aku menjadi kikuk sendiri karena tidak bisa menangkap semua perkataanya tadi. “Oh..!maaf tadi sampai mana.?!” “Ach.!!!kamu ini.! Kenalkan namaku Santi. Dan namamu siapa…?” “oh… aku Ramlan.! Namaku Ramlan.!” 

Seperti seorang sahabat yang sudah lama tidak bertemu, santi tanpa canggung bercerita ini dan itu padaku. Dia terlihat begitu jinak dengan tawanya yang lepas sayang sekali aku lebih sibuk memperhatikan ketiga orang yang sedang berkumpul dimeja paling kiri dari deret baris belakang. Sepertinya ada satu gerakan transaksi ditiap kali seseorang menghampiri meja mereka. Ini terlihat dari gerakan tangan seorang lelaki berjaket hitam itu yang selalu mengeluarkan sesuatu dari balik sakunya.
Dan persis ketika datang kembali seorang lelaki lainnya kearah meja mereka, lelaki tersebut membisikan sesuatu ketelinga lelaki berjaket hitam tersebut. Setelah itu tiba-tiba saja pandangan mata mereka mengarah kearah dimana aku sedang duduk. Ada apa ini.?! Jangan-jangan mereka mengetahui jika aku tengah mengawasi mereka. “ Kamu mau kemana.?” Tanya Santi,ketika aku mendadak terbangun dari tempat duduk. “aku mau kekamar mandi dulu.!” Tunggulah disini.!!” Wajah gadis itu terlihat kecewa sambil mengangguk perlahan dia berkata…” jangan terlalu lama iya.!”.

Saat itu aku benar-benar sedang tidak ingin kekamar kecil guna melepas hajatku. Melainkan aku hanya sekedar ingin memastikan apakah Jamil beserta teman-temannya itu mengetahui pengintaian ku, maka dari lorong jalan masuk tadi, kembali ku pastikan untuk melihat keadaan didalam. “Kau mengawasi kami.! Siapa kau.? Dan apa mau mu.?!” Seoarang lelaki yang duduk tidak jauh dari tempat dudukku tadi Nampak terlihat panic.lalu dengan kasar lelaki yang berjaket hitam itu langsung menjambak rambut orang yang mereka datangi tadi, lalu “BUK.!!!” Satu tinju bersarang diwajahnya. Suasana club malam itupun mendadak gaduh oleh teriakan dari pengunjung lain.  Security….! Dimana bagian keamanan tempat ini.? Orang-orang itu sudah seperti binatang mereka memukuli siapa saja yang mencoba menyelamatkan lelaki malang itu.


Dunia Baru #5

Langkah  jenjang kaki sang Gadis gemulai berjalan menelusuri sebuah lorong, suara langkahnya bergema ditelinga ku.  Dan tanpa berpaling kearah belakang dia terus berjalan sambil sesekali mempermainkan   rambutnya yang panjang dan terurai. Lekuk tubuh sang Gadis melekat di kedua mataku, begitu sintal berpadu dengan gerak langkahnya yang gemulai. Entah mengapa aku  tak kuasa untuk mengelak dari   semua gerak geriknya, hingga naluri ini semakin liar mengikutinya dan memacu degup jantung ini kian cepat hingga suhu tubuh ku terasa kian memanas dan menggelora.

Disini aku tak merasakan aib meski sebenarnya aku telah menggumuli dosa, semua terjadi begitu saja. Entah bagai mana caranya dia bisa datang menemani  waktu luangku, dan mengajakku bercumbu. Semuanya ini seperti mimpi dan terjadi begitu cepat. Ingin rasanya aku cepat terjaga namun sihirnya  tak mampu tuk kulawan. Desahan serta rintihannya masih segar tersimpan dalam memori otak ku, setiap pagutan serta kecupan masih terasa mendesir-desir dalam nadi ku. Aku merasakan nyaman dalam halus belainya, dan menerbangkan angan-angan ku kelangit teratas.

“Jadi kabar bagus apa yang hendak kau sampaikan itu Santi.?!”


“Aku sudah tidak sabaran lagi ingin mendengarnya.!!!”

Tanya seorang lelaki yang sedang duduk ditepian sebuah kolam renang, lelaki itu mengenakan kaca mata hitam,kaos singlet dan bercelana pendek. Ku sorot sekitar ruangan itu, tapi tak satupun  aku mengenalinya. Tempat ini terasa begitu asing bagiku, terlebih ketika kulihat beberapa pasang patung  singa yang berada ditepian kolam renang tersebut.

“….Agh.! aku merasa asing sekali dengan  lelaki itu, tetapi  kenapa santi selalu tersenyum terhadapnya dan tingkahnya kini tak jauh berbeda ketika dia menemani waktu luangku tadi. Dari tempat yang begitu dekat, aku menyaksikan mereka berbicara dan  lalu saling berpegangan tangan. Hey.! Mengapa tak kalian hiraukan keberadaan ku, apa yang sekarang ini kalian lakukan tidaklah pantas untuk kalian lakukan.


Dalam serba salahnya aku menghadapi kondisi  seperti itu, tiba-tiba saja Andini muncul. Entah mengapa  aku merasakan rasa bersalah yang begitu besar terhadapnya, hingga tanpa kusadari lagi langsung kuceburkan tubuhku kedalam tampungan air yang berada tidak begitu jauh dariku. Aku menyelam terus menggapai-gapai dasar kolam  renang, sekali  lagi aku merasakan sesak yang luar biasa. Paru-paru tubuhku serasa sesak  penuh  terisi air, terasa sulit tuk bernafas.  Sementara dasar kolam renang  ini seperti tak berpangkal. Oh Tuhan, kini semuanya benar-benar jadi menghitam dan kelam…. ****



 
Dunia Baru #6


Saling Mengerti
Akhirnya aku mencoba untuk berterus terang pada Andini, agar rasa bersalah seperti dalam mimpiku tak lagi menghinggapiku saat berjumpa dengannya. Dia tampak merengut dan berkata kepadaku :
“kemana saja kau beberapa hari ini.? Dasar kau sibodoh.! Pikirkan oleh otakmu,  apa  kau ingin menyia-nyiakan waktumu dengan mencari seseorang yang mungkin sudah mati.! Karena keberadaannya pun sudah tidak diketahui lagi.!”


Mungkin benar juga apa yang dikatakannya, hanya saja jauh dilubuk hatiku yang terdalam aku mempunyai keyakinan bahwa apa yang sedang ku cari saat ini pasti akan kutemukan. Sambil setengah tuk meyakinkannya, kukatakan padanya bahwa-semua ini demi kebenaran yang harus ditegakkan di muka bumi ini dan demi secuil kedamaian segelintir orang yang terdholimi.


Atas dasar itulah semoga keyakinan ini, membawa kesatu jalan pasti yakni kedamaian. Setidaknya seperti itu,… walaupun kedamaian itu semu, tetapi harapan yang ku gapai selama ini bisa terwujud walau harus membayar mahal untuk itu semua.

Andini saat itu lebih banyak diam… gadis manis ini pasti kecewa mendengar keAkuan ku ini. Egoiskah aku…?!, seperti  biasanya ketika awal aku menyelidiki hilangnya Pak Hasan, semua selalu kubagi walau hanya sedikit informasi yang ku peroleh. Sekarangpun tak jauh berbeda, aku masih tetap berhubungan dengan kapten Harris menyoal segala tindak tanduk penyelidikan ku ini.

Andini masih saja membisu, gadis manis ini tak juga bergeming ketika ku raih tangannya untuk mengajaknya pulang. Dia malah mendadak sesenggukan menahan isak tangisnya, secara reflex ku peluk tubuhnya, tetapi dia meronta dan melepaskan diri dari pelukan ku. Dia berlari meninggalkan ku sendiri, ingin rasanya mengejarnya dan meminta maaf padanya jika tadi ada perkataan ku yang  telah menyakitinya. Tetapi semua itu tidak kulakuakan, biarlah pikirku lagi. Semoga dengan kesendiriannya saat ini, dia menemukan setitik pengertian atas semua yang kulakukan ini.


Sesampainya dirumah aku langsung masuk kedalam kamarku, ku rebahkan tubuhku diatas tempat tidur. Lalu mencoba untuk pejamkan mata ini. Sejenak bayang-bayang Andini datang, ku hela nafas panjang lalu berdiri dan kembali duduk ditepian ranjang. “  aku harus menyelesaikan semua ini, secepatnya.!” Begitulah keputusan yang ku ambil, maka cepat ku ambil jacket ku dan menyalakan mesin motor.


Tak lama setelah itu, tiba-tiba handphone ku bergetar…  “ Dasar kau sibodoh.! Kenapa kau tinggalkan aku, sendirian disini.! Aku mau pulang sekarang juga.!”
“Andini kamu dimana…?!”
“Aku didepan taman kota, cepatlah kemari.!”



 
Dunia Baru #7
Dua kelok lagi, ya dua kelokan lagi maka aku akan sampai didepan taman kota. Tetapi kenapa tiba-tiba jantungku mendadak berdegup kencang seperti ini, apakah aku benar-benar telah jatuh cinta pada Andini. Lalu dalam beberapa menit saja maka sampailah aku disana. Perlahan ku jalankan motor, menelusuri pinggiran jalan sepenjang taman kota. Lalu satu suara terdengar memanggilku, dan tangannya terangkat seraya melambai agar aku menghampirinya. 



Tatapan matanya tak lepas membimbing semua gerakan yang kulakukan, mulai ketika memarkir motor, sampai kini aku berada dihadapannya. ia masih tetap memandangi aku, lalu secara bersamaan kami berdua mengeluarkan perkataan "....mh.!" Kami sama -sama tersipu malu.
"Kau duluan deh.!" kata Andini. " Aku mau...." kata ku sambil mencoba menyusun kata. 
"kamu mau apa.?!" Tanya Andini. "Aku mau bicara serius sama kamu," Andini tampak mengangguk kecil sambil tersenyum. 
"Aku ingin berterus terang padamu, tentang sesuatu yang...." lagi-lagi kalimat itu harus buntu kutemui, ya Tuhan... aku tak percaya rasanya berat sekali untuk berkata Aku Cinta Padamu.!. dihadapan gadis ini. 

Sementara itu tak jauh dari tempat aku dan Andini berada, tiga orang pemuda sedang memperhatikan kami. kulihat mereka sedang bertukar argumen tak menentu, sambil diselingi gelak tawa dari ketiga orang tersebut. Lalu tak lama kemudian mereka menghampiri kami, lalu salah satu dari mereka menghardik
"Hei bung.! Apa lihat-lihat.?! Kau mau cari masalah ya dengan kami.?" 
Andini bergeser kearah belakang, dia memepetkan kedua tangannya menempel dibalik punggungku. 

Mata  para pemuda itu terlihat memerah, serta dari jarak beberapa senti saja aroma minuman keras terendus dari mulut mereka. Para begundal kelas teri ini coba-coba menggertakku.! salah besar jika mereka berani mengusikku. "Kalian pergilah.! Maaf jika pandanganku kurang sopan terhadap kalian.!" 
"Wah.! wah... ternyata dia pandai bicara juga kawan-kawan..!?." 
"Jo.! tapi gadis disebelahnya lebih cantik dari dia.!" Tawa mereka pun meledak bersamaan.! 

...Huh.! dasar pengganggu, padahal seharusnya saat ini aku akan nyatakan cinta pada Andini. tetapi kenapa harus meladeni orang-orang iseng ini, batin ku.! "Kalian mau apa lagi.? Pergilah.! aku sudah meminta baik-baik pada kalian." Kata ku lagi. 
"Ahhgh...banyak cing-cong kau.! Serahkan Gadis itu pada kami." salah satu dari mereka berkata.
Pajajaran.! enak sekali dia berkata seperti itu. "Kau dengar itu Andini?, tetaplah dekat berada disampingku. Aku akan memberi mereka pelajaran atas kelancangan serta kekurang ajaran mereka.!" Andini hanya mengangguk, dan setelah itu... tanpa mereka sadari tinjuku sudah langsung melayang menghajar mulut kotor lelaki itu.

Tanpa dikomando lagi dua orang temannya langsung mengeroyok, mereka langsung menyerang secara bersamaan dari arah kiri dan kanan. Mendapati serangan dari mereka seperti itu, secepat kilat aku membungkuk menghindari dua serangan sekaligus itu. Lalu tanganku bertumpu pada jalanan dan dengan kuda-kuda yang kokoh ku ayunkan kaki kanan membentuk setengah putaran guna melibas kaki kedua orang tersebut. Malang memang nasib mereka, karena kurang kontrol serangan dari kakipun tak dapat mereka hindari. Maka terdengarlah suara bergedebuk ketiak masing-masing tubuh mereka robah menghantam bumi. 

Tak ingin memberi mereka kesempatan, kedua kaki ku bergerak lincah menendang kearah masing-masing orang itu. Setiap kali diantara mereka ada yang mau mencoba berdiri. Tetapi tak lama kemudian satu unit mobil polisi datang dan menangkapi kami semua. Aku sangat menyesal karena Andini harus ikut serta dalam mobil itu. Kami dibawanya kekantor polisi dimana Kapten Harris bertugas, setelah ku ceritakan semua duduk persoalannya kami berdua pun di izinkannya untuk pulang. Sementara ketiga pemuda iseng tersebut, masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut.





Dunia Baru #8

Dia masih saja meracau tak menentu, dari sepanjang perjalanan pulang hingga kini aku berada dipelataran rumahnya yang megah. Dua orang lelaki datang membukakan pintu gerbang, nampaknya mereka adalah para penjaga rumah megah ini, dengan berpakaian preman. Mereka sempat menanyaiku, tetapi sang gadis membentak sambil terus saja meracau. Aku dimintanya untuk mengantar sampai kedalam kamarnya. Sambil membimbing tubuhnya yang setengah gontai ku lewati ruang tengah lalu terus masuk lebih dalam lagi. Kini ku lewati sebuah lorong dimana pada tepi koridor sebelah kanan terdapat sebuah kolam renang berukuran cukup besar. 


Lalu ketika sampai diujung koridor sang gadis menghentikan langkahnya, dia menggapai-gapai sesuatu dalam Tas yang dibawanya. Setelah menemukan apa yang dicarinya, segera anak kunci itu dimasukkannya kedalam lubang kunci kamar tersebut. Sesampainya ditepian tempat tidur, sang gadis menghempaskan tubuhnya tetapi kedua tangannya merangkul pundak ku hingga aku ikut terjerembab menindih tubuh wanginya itu. 

Suaranya perlahan hilang dan rangkulan tangannya mengendor, perlahan ku geser tubuhku, dan menjauh dari atas tubuhnya. Siapakah gadis ini.? pertemuanku dengannya memang baru beberapa kali saja, di klub malam itu. Tapi itupun aku anggap biasa-biasa saja, tetapi entah mengapa malam ini dia mengajakku kesini. Setelah terlebih dahulu menghabiskan beberapa gelas Wine, aku sempat mencegahnya dan memintanya agar berhenti menenggak minuman itu. Tetapi dia tak perduli, dan setelahnya...kini aku berada ditempat tinggalnya yang megah ini.

Waktu hampir pagi, aku harus cepat pulang dan mata inipun sudah terasa berat. Rasa kantuk mulai menyerang, sebentar kupandangi sekeliling kamar, lalu mataku berhenti pada satu photo yang berukuran besar, yang terpajang didinding kamarnya. Aku tersenyum dan dalam hati bergumam, rupanya dia sudah bersuami. Lalu kemudian aku mulai melangkah keluar, dan kembali melewati jalan tadi. 

Tetapi kini aku tertegun, sendiri melihat beberapa patung singa yang terpajang ditepian kolam renang, "jika tidak salah kolam renang ini pernah ada dalam mimpiku beberapa waktu lalu.!" 
Bulu kuduk ku mendadak meremang,... apa gerangan semua ini.?! seperti sebuah teka -teki yang mulai bermain dan mengajakku jauh berpikir. Tunggu dulu...!!! jika bangku ditepi sudut kolam renang ini tidak ada, berarti ini tidaklah seperti yang pernah aku mimpikan beberapa waktu lalu. 

Perlahan aku bergerak kearah sudut kolam renang, yang terhalang sebuah tirai. Dan.... Ya Tuhan.!!! aku semakin ternganga, kedua mataku terbelalak karena kaget menemukan kursi serta meja yang sama persis seperti dalam mimpiku itu. 
"Maaf tuan, sebenarnya tuan hendak kemana?! Apakah tuan tersesat dirumah megah ini.?"
satu suara datang dari arah belakang dan tanpa sempat aku sadari. Aku terkejut dan cepat kuputar tubuhku.
"O..ya,ya.! saya sedang mencari pintu keluar dari rumah ini?"
Sial.! aku menggerutu dalam hati.
"Pintu keluar ada disebelah sini tuan.!"
kata penjaga rumah itu lagi sambil tangannya menunjukan sebuah arah kepadaku.
"O,..ya,ya, lewat sana rupanya.! maklum saja saya mengantuk sekali pak.!!!" Jawabku sekenanya saja.

Sebelum beranjak pergi, kembali kupandangi tempat duduk serta meja ditepian kolam renang itu. Sial.! mengapa jadi bisa begitu sama persisi seperti dalam mimpiku. Disepanjang perjalanan pulang, tak henti-hentinya aku memikirkan kejadian tadi. Jika ada kesempatan lagi akan ku tanyakan langsung pada pada gadis yang bernama Santi itu, serta menguak rahasia yang ada dalam mimpiku beberapa waktu lalu. Mh...terkadang jalan hidup ini berkata lain dari apa yang kita rencanakan.

*****


Dunia Baru #9 


Suara ketukan datang dari arah pintu belakang, dan betapa terkejutnya aku ketika pintu itu kubuka. Disana kulihat banyak darah berceceran dan aku mendapati tubuh mas Anton terkulai dilantai. Entah apa yang sudah terjadi padanya, hingga kinipun aku tak tahu.! Karena dia sendiripun tetap merahasiakan apa yang pernah dialaminya…. Angin pantai membelai lembut, rambutnya yang panjang terurai Nampak dipermainkan angin kian kemari. Suasana tepian pantai seperti ini, sesungguhnya selalu ku sukai. Tetapi saat ini, dan setelah mendengar cerita dari Santi, aku nyaris mati mendadak. Apakah mungkin orang yang dimaksud adalah orang yang sama dengan yang selama ini ku kejar. Aku kian tegang dan dengan perasaan was-was menyimak cerita darinya, kemudian dia melanjutkan perkataannya: 


Aku hanyalah salah satu wanita kotor didunia ini, yang beruntung bisa mendapatkan keidupan layak seperti sekarang ini. Mungkin yang diatas telah menuntun mas Anton, agar malam itu datang padaku ketika dia sedang dilanda kesusahan, dan karena pertolongan yang telah aku lakukan terhadapnya dia menjadikan aku sebagai Istrinya. 

Bisnis apa yang suami mu lakukan selama ini.? Aku memotong perkataan Santi yang sedang bercerita. 

Ramlan, jika ku pikir-pikir lagi untuk apa aku menceritakan semua ini padamu.! 

Lalu mengapa kau ceritakan padaku, tentang lelaki malang yang datang padamu ditengah malam dengan penuh luka itu.!? 

Aku hanya ingin kau tahu, jika aku sudah bersuami.! 

Ceritakanlah pada ku, semuanya Santi.!!! Kulihat sinar matanya menyerbitkan sebuah keraguan. Jika begitu kita pulang saja.! Perlahan aku bergerak dan hendak berdiri dari tempat duduk ku, tiba-tiba SAnti menahan gerakkan ku, kedua tangannya memegangi bagian kanan lengan ini. 

Tunggulah Ramlan.! Aku masih ingin bersama mu, jangan pergi dulu.! 

Aku mematung sejenak dihadapan Santi…. 
Banyak sudah kejadian yang terjadi, selama aku hidup bersama Mas Anton. Tetapi kian hari bisnisnya kian menggeliat dan terus mengalami kemajuan…., 

Perlahan aku mulai duduk kembali dihadapannya, menyimak kembali penuturan Santi tentang seorang lelaki bernama Anton yang membuat jantungku terus dag-dig-dug karena terus menebak-nebak kearah mana nantinya cerita Santi berpangkal. 

Disekeliling mas Anton banyak pria-pria berwajah serta berprilaku sangar, tetapi dengan wibawa yang dia miliki semua pria-pria itu tidak jauh berbeda hanya menjadi pesuruhnya. Dan dengan kepiyawaiannya juga klub malam yang menjadi tempat pertama kalinya kita bertemu telah menjadi miliknya. Bukan hanya itu, setahuku diapun banyak lagi membawahi dan sebagai pemilik beberapa klub malam didaerah lainnya. 

Secara perlahan dan seiring aliran cerita dari Santi, kini aku benar-benar telah menemukan titik temu. Dan kembali aku dikejutkan olehnya ketika Santi mengatakan: 

Dalam hidupnya mas Anton, hanya satu yang belum terlaksana. Dan menurutnya pula hal itu adalah menghapus Riwayat hidup seorang pemuda yang bernama R A M L A N. 

Aku terkejut bukan main, mendengar namaku disebut. Wajahku pucat seperti kapas, jantungku berdebar kian kencang. 

Tu… tu, tunggu dulu.! Maksudmu apa.? Aku tidak mengerti.!? 

Akupun tidak mengerti Ramlan, jangan kau tanyakan itu padaku.! 

Maksudku, pemuda yang dimaksud itu bukan aku khan.!? 

Entahlah.! Yang pasti dan aku yakin tentunya bukan kau pemuda yang baik hati. Lagi pula jika ku lihat-lihat tak ada tanda jika kau adalah salah satu saingan bisnisnya. 

Dalam hati aku membatin, tidak salah lagi ahirnya aku menemukan keberadaan orang yang selama ini sedang ku cari, dan tentunya aku akan melakukan Aksi sebelum dia menyadari aku telah berbincang tentang banyak hal dengan istrinya ini. 

Hey.! Kenapa bengong seperti itu.?! 


Dunia Baru #10
Bagai mana Abang? Apakah anak buah Abang sudah ada yang masuk kerumah dijalan Pajajaran itu.!” 
“Tentu saja dong.!” Jawab kapten Harris.
“Tidak mungkinlah saya menyia-nyiakan info berharga dari kamu Jo.!” 
“Baru-baru ini juga saya mendapat kabar dari sumberku itu, bahwa dirumah itu memang benar-benar ada pergerakan transaksi barang haram.!” 

“Wah.!jika begitu perkiraan ku tepat dong.” 
“Maksudmu, si Anton ada dirumah itu.?!” 
“Iya.!” 
“Untuk sekarang ini, menurutku dia tidak ada disana.!” 
“Lho.! Lalu bagai mana bang.?!” 
“Kita tunggu hasil pantauan anak buahku, masalahnya dia belum juga menemukan orang yang mirip dengan kriteria Target selama ini.” 
“Oh… jadi dia tidak ada dirumah itu,” Aku manggut-manggut setelah mendengar penjelasan dari kapten Harris.
“Ada kemungkinan dia sedang diluar negeri,” lalu kapten melanjutkan; “Sementara Itu,… bagai mana kalau kita makan siang diwarung pojok sana,? Soto babatnya enak lho Jo.!” 
“Tapi bang,….” 
“Ah,…sudahlah.! Saya yang Traktir. Hari ini kamu tenang saja deh.!” 



Kami tertawa bersama, sambil berlalu meninggalkan ruang depan aula kepolisian dimana kapten Harris bertugas.

******** 

Sementara itu, dikediaman Santi, Rumah yang berada dijalan Pajajaran, wanita ini tengah asik membereskan beberapa perabot yang berada didapur. Sambil bernyanyi-nyanyi kecil Ia Nampak riang menata beberapa gelas diatas meja makan berbentuk bundar, Tiba-tiba telepon diruang tamu bordering…

“Pak Maman tolong teleponnya diangkat dulu,” teriaknya, memerintah salah seorang pembentu rumah tangganya yang kebetulan sedang dekat dengan telpon.
“Baik, nyonya.!”
Segera Pak maman ini mengangkat gagang telepon, dan begitu ujung telepon berada ditelinganya, satu suara langsung membentaknya.!
“Bapak mau bicara dengan siapa? Bapak sendiri siapa? Kalau saya disini,jelas pekerja baru dirumah ini.!” “Saya pemilik rumah. Dan juga Tuan mu, dasar bodoh.! Cepat panggil Nyonya, saya mau bicara dengannya.!” 
“Oh,…Tuan Anton, ma…maaf Tuan.!segera saya panggilkan Nyonya.”

Tak lama kemudian Santi sudah berbicara dengan suaminya, melalui telepon.
“Itu Pak Maman, yang baru beberapa hari aku terima bekerja disini.!” 
“Kebetulan juga, Mang Odih yang biasa bersih-bersih kolam renang dan juga ruangan-ruangan lainnya sudah enggak bekerja disini lagi.!” 
Nampaknya Juragann Anton kurang senang jika Istrinya begitu saja menerima orang baru masuk kedalam rumahnya.

“Iya.!, 
Mas tenang saja. Aku menerima dia karena kenal baik dengan orang yang mengenalkannya.”

Juragann Anton masih saja khawatir terhadap pembantu barunya,
“Wah.! Kabar bagus dong mas, aku juga sudah kangen dengan Mas. Jadi besok Mas sudah bisa pulang toh.!” 
Tampaknya kini pembicaraan mereka sudah berganti topik, membahas tentang rencana kepulangan Juragan Anton suaminya. Didalam ruang tengah itu Nampak Santi tertawa-tawa gembira, sementara Pak Maman masih terus mengawasi pembicaraan Nyonya mudanya.

***** 

Ti,tit… Ti,tit.!!!” Satu SMS masuk kedalam handphone ku, saat itu jam 16:30 sore. Ketika kubaca isi pesan singkat itu, aku langsung membalasnya. Rupanya Andini minta agar aku segera menjemputnya, dia berada diStasiun kereta Api setelah pulang dari salah satu rumah kerabat orang tuanya yang berada diluar kota. Memang beberapa hari ini aku tidak bertemu dengannya, ah…. Rasanya rindu sekali aku.! Dan ingin cepat-cepat bisa bertemu dengannya. Setelah berpamitan pada ibu, aku langsung bergegas menjemput Andini.



Dunia Baru #11
Tidak seperti biasanya, kini kurasakan pegangan tangan Andini begitu erat melingkar dipinggangku. Tubuh bagian depannya menempel hangat hingga pipi kirinya ikut tersandar dibelakang punggungku, guyuran hujan ini mengingatkan aku pada jalann terjal dimana dahulu pernah aku lewati. Tanpa sepatah katapun aku terus melajukan sepeda motorku menjauh dari Stasiun Kereta Api, Andini masih saja merangkul erat pinggangku, dia tak ingin aku menghentikan kendaraan roda dua ini. Berteduh menunggu hujan mereda. 

“Wah, basah kuyup begini non.!” Kata bi Ijah, sesampainya kami dirumah Andini. Bi Ijah dengan cekatan membawakan handuk untuk kami gunakan sebagai pengering, setelah berganti pakaian dan merasa nyaman kami duduk-duduk diruang tamu. Sementara kedua orang tua Andini sedang pergi menghadiri salah satu acara resepsi pernikahan. 



Andini melangkah kearah dapur, dan tak lama kemudian dia datang dengan membawa dua gelas teh manis hangat. “Gimana kabarmu beberapa hari ini.?” Andini membuka pembicaraan, sambil tangannya mengangkat gelas dan disodorkannya ke arahku. “Minumlah.! Biar hangat badan mu.” Aku menyambutnya dan langsung meminum teh hangat itu. “Belakangan ini aku menemukan sebuah mimpi yang menjadi kenyataan.!” Andini Nampak mengernyitkan alisnya. “Maksudnya.? Aku kurang mengerti.!” 

Lalu kuceritakan semua padanya, dari awal mula aku menguntit gerak-gerik salah seorang sahabat, sampai ahirnya aku menemukan sebuah klub hiburan malam, lalu perkenalanku dengan Santi yang tidak terduga ternyata adalah istri dari seorang sahabat yang selama ini aku cari yaitu Anton.! “Sungguh sebuah mimpi yang menjadi satu kenyataan !” suara Andini nyaris tidak dapat kudengar karena begitu lirih ia mengucapkannya. 

Lalu ruang tamu dimana kami berada terasa senyap, hanya suara desah nafas ini saja yang terdengar, “Ramlan, perkenalan mu dengan Santi, apakah masih sebatas wajar.?!” Aku tidak menyangka Andini akan bertanya seperti itu, jujur saja perkenalanku dengan santi sempat mengarah pada satu hubungan yang intim. Namun jauh didasar hatiku, aku sangat mencintai Andini. Maka hal itu kucoba tuk berkata jujur padanya: 

“Aku tak bisa untuk berpaling darimu,” Andini mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk, dan kini wajahnya tegak menghadap kearah ku. Lalu dia berkata, “Maksudmu.!?” Dia balik bertanya dengan wajah yang kian menghadap kearah ku. “Aku sangat lebih ingin bersamamu, aku mencintai mu Andini.” 

Kata-kata suci dan ikhlas yang selama ini selalu ku atur dan kutata agar sempurna pengucapannya, kini menggelontar keluar dari lidahku tanpa sedikitpun cela. Ya, Tuhan.! Jantungku berdegup lebih kencang aku tak tahu apakah Andini akan tersenyum atau malah sebaliknya dengan pernyataan yang telah kubuat ini. 

Sejenak pandangan mata ku tertuju sepenuhnya pada gelas bening berisi teh manis hangat yang berada dihadapanku, aku merasa kikuk sendiri untuk melihat langsung sinar matanya. Jantungku terus berdegup kencang tak sabar menanti sepatah kata yang akan diucapkannya menanggapi pernyataan ketulusan hatiku tadi. 

“Kenapa seperti itu.?” Ucapnya, “Aku tidak tahu, hanya saja…, jika aku dekat denganmu aku merasa nyaman. Maafkan aku jika sudah berani lancang seperti ini.!” 
“Hei,hei.! Maksudku bukan seperti itu. Tapi kenapa kamu jadi kikuk seperti ini.!” 

Oh…rupanya dia memang menolak cinta ku, aku hanya salah mengartikan ketika dia dekat denganku seakan dia menaruh hati padaku. Tetapi mendadak sesuatu melanda tubuhku, aliran darahku seakan terpompa lebih cepat, darah ditubuh ini mendesir ketika tangan halus gadis ini menggenggam jemariku. Dan ketika kupalingkan wajah ini menghadap kearahnya, satu kecupan hangat mendarat di pipi kiriku. Apa arti semua ini Andini? Kenapa dunia yang kejam ini kurasakan begitu indah. 

“Ya.! Aku mau jadi pacar mu.” Ujarnya. 



Dunia Baru #12
Semua sudah berada diposisi masing-masing, tiap individu tinggal menunggu aba-aba dari sang komandan untuk bergerak merangsek masuk. Keadaan rumah besar itu sudah terkepung, setiap sudut area sudah dinetralisir agar tak ada korban sipil yang terlibat atau salah sasaran. Kapten Harris sudah merancanakan penangkapan serta pengepungan rumah juragan Anchung alias Anton buronan kepolisian setempat yang terlibat langsung sebagai dalang dari penculikan, pembunuhan berencana dan juga Bandar Narkotika kelas kakap. Anton alias Anchung menurut warga sekitar dikenal sebagai seorang pengusaha yang memiliki beberapa klub hiburan, dalam kesehariannya Anchung alias Anton kurang dikenal warga karena hampir tak pernah terlibat langsung dalam kegiatan kemasyarakatan dilingkungan penduduk setempat. 


Hasil penyelidikan pihak kepolisian melalui Intel yang masuk kedalam rumah tersangka pun, menemukan beberapa keganjilan mulai dari ciri-ciri wajah tersangka hingga identitas serta nama samaran. Tetapi hal tersebut tidak lagi bisa mengelabui para petugas penyidik, karena memang Anton tidak hanya sekedar mengganti namanya tetapi juga telah merubah tampilan wajahnya melalui operasi plastik yang dilakukannya. 

~ ~ ~*~ ~ ~ 

Hari itu aku dan Andini merencanakan akan pergi mengunjungi kediaman Santi, Andini berencana ingin berkenalan dengan wanita itu. Sekalian juga ada hal yang ingin aku selidiki mengenai photo pernikahan yang beberapa waktu lalu aku lihat dalam kamarnya. Lelaki yang berada dalam photo itu jelas telah membingungkan aku, karena wajahnya tak seperti Anton yang ku kenal. 

Tidak mungkin aku melupakan tampang lelaki itu, walaupun sudah tahunan aku tak bertemu dengannya. Apakah aku sudah salah menduga? Namun mengapa cerita dari Santi begitu nyata dengan apa yang aku alami. Lebih baik aku selidiki lagi, toh kapten Harris pun sepertinya belum mendapatkan kabar apa-apa dari sana. “Wah gawat ini, jika aku salah memberi informasi tentang pemilik rumah dijalan Pajajaran itu.!” Aku berkata dalam hati. 

Sebelum terjadi satu kesalah pahaman, tentang informasiku beberapa waktu itu, kupikir ajakan Andini untuk berkenalan dengan Santi, aku setujui sekalian aku bisa mengorek informasi tentang wajah suaminya yang telah kulihat dalam photo itu. Aku benar-benar jadi bimbang sendiri, kenapa hal ini sebelumnya tidak ku selidiki dahulu. Setelah benar-benar yakin baru saat itu aku laporkan kepada kapten Harris. Tak lama kemudian, Andini menghampiriku, “Ayo, kita berangkat.!” Ujarnya. 

~ ~ ~*~ ~ ~ 

Keadaan dirumah Santi Nampak tidak seperti biasanya, beberapa kendaraann pribadi Nampak diparkir didepan halaman rumahnya. Hari itu rekan-rekan bisnis suaminya berdatangan memenuhi undangan Suaminya yang baru beberapa hari ini pulang dari luar negeri. 

Mereka para rekanan bisnis suaminya Santi, begitu tiba langsung masuk dan duduk memutari sebuah meja penjamuan, 
“Huh.! Sial, kenapa ada pengemis yang tidak mau diusir didepan rumahmu ini Bang!?” 
ujar seorang tamu undangan yang baru saja datang. Lelaki ini berumur setengah baya dengan dandanan Necis. 
“Aneh, kenapa ada pengemis yang bisa sampai didepan rumahku?” ujar si pemilik rumah balik bertanya, lalu ia memanggil salah satu ajudannya dan membisikkann sesuatu ketelinganya. 
“Coba kau periksa keadaan diluar.!” 
“Baik bos,!” Nampak sang ajudan manggut-manggut, kemudian berlalu meninggalkan ruang perjamuan. 

~ ~ ~*~ ~ ~ 

“Anak-anak !.” kapten Harris berbicara pada kawan-kawan satu Team-nya, 
“Hari ini sepertinya,…. Kita tidak hanya sekedar akan mendapatkan kakapnya saja, teapi juga ,… tongkol dan juga ikan Terinya. Oleh karena itu, dalam hitungan ketiga, mari kita sama-sama tuntaskan episode penggerebekan ini. Kalian tidak perlu ragu lagi, karena surat penangkapan atas nama yang bersangkutan pun, sudah kita kantongi.” 
Kapten Harris berbicara panjang lebar, memberikan semangat pada kawan-kawan satu Team-nya. 
“Dalam hitungan ketiga, kita sama-sama akan menyerbu masuk kedalam rumah itu.” 
Sejenak sang kapten terdiam, lalu…. 
“Satu,… dua,… tiga. Maju !!!” 


Dunia Baru #13

Tolong pak,… minta sedekahnya pak.! Kasihanilah saya.” Pengemis didepan rumah itu terus mengiba-iba memohon pemberian dari sipemilik rumah, “pergi sana.! Kau tuli ya, sudah kukatakan dari tadi agar jangan mengemis-ngemis disini.” Bentak salah seorang ajudan juragan Anchung. “ Sudahlah, kasih berapa saja. Aku tak tega melihatnya.!” Salah seorang dari tiga penjaga pintu gerbang rumah itu menimpali. “Enak saja.! Dia masih terlihat muda, dan kuat untuk berkerja. Dasar pemalas malah jadi peminta-minta.” Siajudan yang tadi membentak pengemis mengomel pada salah seorang penjaga pintu gerbang yang terlihat tak tega menyaksikan pengemis itu, kemudian. “Kau mau uang? Hei gembel !” bentak si Ajudan lagi, “Baik! Akan aku berikan uang, tapi kau harus mau kupukuli terlebih dahulu.” Sambil tangannya menggapai pundak salah seorang dari tiga penjaga pintu gerbang yang kebetulan berada disana. “Toni, coba kau buka pintunya.! Aku akan menghajar gembel keras kepala ini.” 


Dengan tidak enak hati penjaga pintu gerbang itu membukakan pintu juga, saat itulah secara tidak terduga dari arah kiri dan kanan tembok pagar, kapten Harris bersama yang lainnya merangsek maju kedepan pintu gerbang yang mulai terbuka. Umpan sudah mulai mengena, dan kapten beserta teamnya memanfaatkan kesempatan itu. 

Bukan kepalang betapa kagetnya ajudan juragan Anchung ini, yang tadi berkoar-koar dengan sombongnya ketika pintu terbuka dan tahu-tahu pengemis tadi sudah menodongkan sepucuk pistol kearah wajahnya. “Jangan bergerak,! Kami dari kepolisian. Menyerahlah tempat ini sudah terkepung.” 

Dan empat orang yang tadi berada didepan pintu gerbang secepat kilat dilumpuhkan, semuanya tak ada yang memberi perlawanan yang berarti karena mendapat serangan yang begitu tidak terduga dari kapten Harris beserta Team-nya. “Ingat Anak-anak target kita ada didalam sana, untuk memastikan agar taka da satu orangpun yang keluar dari rumah ini. Kau dank au.! Tetap disini untuk berjaga.” Kapten Harris menunjuk dua orang dari Teamnya untuk berjaga dipintu gerbang. “Jangan beranjak jika tak ada perintah dariku !” kedua orang itu menjawab secara bersamaan, “Siap pak.!” 

“kenapa motornya, koq mendadak mati Lan?” ketika secara mendadak motor yang kukendarai mogok, “Wah ! sepertinya businya soak nih. Sebentar aku ganti dulu ya.!” Kemudian aku menepikan motorku, tak lama kemudian kulihat Andini duduk ditepian Trotoar jalan ketika aku mulai berjongkok untuk membuka kap penutup mesin. 

Wajahnya sungguh cantik, dan perlahan dia melirik kearahku dan tersenyum dengan manisnya. “Betapa beruntungnya aku” gumam ku dalam hati. Lalu aku balik membalas senyumannya itu dengan tetap diiringi perasaan yang begitu bahagia. Entah mengapa hari ini Andini terlihat begitu berbeda, jika kuperhatikan lebih dalam lagi. Seakan ada satu sinar yang membersit memberi pertanda kepada ku, akan kebahagiaan yang kini tengah aku rasakan ditengah orang-orang yang aku sayangi. Entah pertanda apa? Semoga saja kebahagiaan ini tak akan berahir ditengah perasaan hati yang sedang merasa terisi dengan kehadiran Andini. 

“Sudah selesai? Hey malah bengong lihat aku.” Andini datang menghampiri, “Kamu cantik sekali An..” jawabku, memuji kecantikannya. “Ah… kamu LEBAY !” jawab Andini sambil mencubit pinggangku, semoga saat-saat seperti ini tak akan berahir. 

Tak ada seorangpun yang merasakan keganjilan serta tanda-tanda jika mereka sedang dalam penyergapan, semua yang hadir dalam ruang perjamuan itu Nampak asik bercengkrama antara satu dengann yang lain. Meja bundar berukuran besar dengan 12 kursi yang terisi, serta bunyi-bunyian sendok makan yang beradu dengan piring kaca menyelingi suara obrolan ringan mereka ditengah acara santap makan itu. 

Anchung alias Anton bersama istrinya tampak larut dengan suasana perjamuan yang mereka adakan itu, sesekali Anchung melirik kearah istrinya yang duduk berhadapan dengannya. Lelaki muda yang tengah mengalami naik daun ini, sesekali mendapat aplus dari rekan-rekan bisnisnya dengan mengangkat gelas minuman mereka keudara. 

Anchung membalasnya dengan tidak lupa mengucapkan terima kasih, lalu berdiri seraya berucap: “Ehem, ehem…! Sodaraku sekalian mohon atensinya sebentar.” Para undangan yang hadir serentak menghentikan perbincangan mereka. “terima kasih saya ucapkan atas kesediaannya untuk datang menghadiri perjamuan ini. Dalam kesempatan ini juga saya kepingin mengabarkan kepada hadirin semua, tentang sebuah produk baru yang digemari dan akan menjadi Trend untuk tahun ini.!” Para undangan tampak bertepuk tangan, 

“Tenang, harap tenang.! Kedua tangan Anchung alias Anton terangkat keatas, meminta para tamu undangannya untuk tidak ribut dahulu. Kemudian dia melanjutkan perkataannya, “ Produk baru ini berbentuk serbuk, kwalitas nomer satu, dan dengan daya sepuluh kali lipat disbanding dengan produk pemulanya.” Kembali para tamu undangan bertepuk tangan mendengar penuturannya. 

“Tepat diruang sebelah . saya sudah menyiapkan ruangan husus untuk tester! Jadi Tuan-tuan tidak perlu ragu untuk mulai membuka transaksi saat ini juga.!” Anchung melirik sejenak kearah Santi, dalam hatinya Santi hanya menduga perkataan Anton adalah hanya sebuah kiasan mengenai beberapa dagangan patung berbentuk singa yang ada diruang sebelah dari rumahnya… 


Dunia Baru #14

Para tamu undangan satu persatu beranjak dari ruangan perjamuan, Santi menghampiri suaminya dan berpamitan padanya dia hendak kekamar kecil karena sudah tak tahan ingin sekali buang air kecil. Anchung alias Anton mengangguk kecil sambil pandangannya terus mengikuti langkah istrinya hingga menghilang dibalik sebuah pintu. Wanita ini sudah tak tahan lagi ingin cepat-cepat menunaikan hajatnya. Dirumahnya yang megah serta berlantai dua itu, bukan hanya satu atau dua kamar kecil yang dia miliki, tetapi karena sudah tak tahan lagiuntuk menahan. Maka, dia memilih kamar kecil khusus tamu yang bisa lebih cepat dijangkaunya. 

Tiba didepan pintu kamar kecil khusus tamu itu, santi mendengar suara dua orang pria sedang bercakap- cakap. Tangannya terangkat hendak mengetuk daun pintu kamar kecil tersebut, tetapi mendadak tertahan ketika dia mendengar suara salah seorang dari mereka berbicara, “Bang Anchung ini luar biasa ya !, bisa mengadakan transaksi Narkoba dengan tenang dikediamannya.” “Tuan dan Nyonya rumah yang sangat serasi, klop begitu!” tawa mereka terdengar dari dalam kamar kecil itu. 


Santi tertegun, sebodoh- bodohnya dia baru kali ini dia merasa begitu tertipu oleh suaminya sendiri. Mengapa dia tak pernah berterus terang padaku, kejujuran adalah segalanya dalam satu hubungan. Batinnya dalam hati. Lama dia tertegun didepan daun pintu kamar kecil itu, pikirannya melayang mengingat-ingat apa saja perbuatan serta perkataan yang pernah dilakukan suaminya. 

 Lalu beberapa puluh menit kemudian pintu terbuka dari dalam, dua orang lelaki tadi kaget demi mendapati nyonya rumah berada disitu. “Apa benar yang baru saja kalian bicarakan tadi?” belum juga kedua tamu tadi sempat berbicara, Santi sudah lebih dahulu berkata. “Lho! Jadi ibu tidak tahu, jika suami ibu adalah seorang….” “Seorang Bandar Narkotik maksudmu! “ Santi memotong perkataan orang itu. “Iya, benar!” 

Sekuat tenaga Santi menerobos diantara celah bahu kedua tamu itu, setelah berhasil masuk kedalam kamar kecil dia langsung menutup pintu. “Aneh-aneh saja ya kelakuan nyonya rumah ini.!” Orang yang tadi berbicara dengan santi berkata pada temannya, “Atau memang dia tidak tahu.” Timpal temannya. “Bisa jadi sih cuy, tapi sudahlah ! ayo kita cepat berkumpul lagi dengan yang lain. Acara selanjutnya segera dimulai.” 

Kapten Harris bersama Team-nya terus merangsek masuk, menyisir seluruh ruangan dalam rumah. Satu persatu penghuni rumah itu dilumpuhkannya. “Pak.! Arah jam 6 coba dilihat,” salah seorang anggota Team-nya berkata. “Oh! Rupanya disana mereka berkumpul, jika demikian saya kira barang buktipun ada diruangan tersebut.” Ujar kapten, suaranya nyaris tak terdengar. “Kita tunggu saat terbaik untuk menyerang. Tunggu aba-aba dari saya !” semua tampak menganggukkan kepala. 

“Ini akan menjadi hari terahir untukmu, Anton.! Dan saya jamin itu.” Gumam kapten Harris dalam hati. “Selebihnya nikmatilah harimu dalam ruang tahanan yang sempit dan pengap.” Beberapa menit kemudian, tangan kiri sang kapten terangkat keatas. Memberi aba-aba kepada seluruh Team-nya. Dan tak lama kemudian tangan kirinya bergerak menunjuk kebeberapa sudut. Semua anak buah sang kapten yang telah terlatih dengan semua aba-aba seperti itu, langsung bergerak menuju posisi yang telah ditunjuknya. “Kau tetap dibelakang saya, lindungi setiap pergerakan.” Pintanya pada salah seorang dari Team-nya. 

Dalam ruangan dimana Anchung alias Anton berada disana terdapat tujuh buah patung yang kesemuanya berbentuk dan berukuran sama, serta bercatkan warna putih. Berbahan keramik dengan sinar agak mengkilap. Dia masih Nampak tenang menemani para tamu, walau sebenarnya matanya terus bergerak mencari seorang ajudannya yang belum juga kembali ketika diperintahnya untuk mengusir seorang pengemis. 

Kemudian dia melintasi ruangan itu lagi dengann pandangannya, Santi pun belum juga terlihat. Lalu jari kanannya digerakkan memanggil salah seoarang anak buahnya yang berada diruangan tersebut. “Aku ingin kau temui ibu, dan katakana untuk tidak masuk keruangan ini dulu. Setelah itu coba kau cari tahu keberadaan si Asman, sudah hampir satu jam ini dia belum juga kembali. Aku akan segera membuka Transaksi ini dengan para tamu undanganku.!” Anchung berbisik pada salah seorang anak buahnya. 

Dari balik sebuah sudut ruangan dimana kapten Harris tengah mengawasi, cepat memberi aba-aba kepada anggota Team-nya untuk bertindak. Dia memperkirakan keberadaan teman-temannya akan diketahui begitu ada salah seorang keluar dari ruangan tersebut. “Sial.! Rupanya dia bisa mencium sesuatu yang tidak beres disekitar sini.”

“Bagaimana kapten? Kita sergap mereka sekarang.” Tanya salah seorang anak buahnya. Lima langkah lagi anak buah Anchung alias Anton akan mendekati pintu, kapten Harris beserta Team-nya langsung menerjang dan menyeruak masuk dengan senjata masing-masing ditangan. “Jangan bergerak.!!!” 
“Jangan ada yang bergerak.!!!” 



Dunia Baru #15
Juragan Anchung

O taknya terus berputar mencari jalan agar dia bisa keluar dari situasi serta kondisi yang merugikannya tersebut. Namun apa daya disekelilingnya hanya terdapat dinding yang sangat tebal dann mustahil untuk dibobolnya. Haruskah aku menyerah begitu saja, gumamnya. Lagi-lagi juragan Anchung alias Anton harus menelan ludah kegetirannya. Caci makinya tak putus-putus terdengar dari dalam hatinya, “Setidaknya aku harus tahu, siapa. Dan bagai mana mereka bisa mengetahui penyamaranku yang selama ini telah berjalan tanpa terendus oleh seorang pun. Ini tak bisa masuk diakal, bahkan ibu yang mengandung serta melahirkan aku pun tak akan bisa mengenali wajahku lagi.

Tetapi mengapa hari ini aku terkepung oleh para polisi itu, siapa yang telah membongkar penyamaran ku? Tidak mungkin dia orangnya, sehebat apapun dia, tak mungkin bisa membongkar penyamaranku ini. Kecuali dia pernah masuk kerumah ini, ya, ya.! Benar sekali. Tapi hal itupun tak mungkin. Terkecuali…. Dia mengenal Santi, pembantu baru itu,…mana dia? Kenapa aku baru menyadarinya ! sedari tadi aku tak melihat batang hidungnya. Huh ! ini semua pasti gara-gara si Santi. Seenaknya saja dia menerima orang baru kedalam rumah ini. Juragan Anchung mulai mencari-cari kesalahan dari orang terdekatnya. 

Isak tangis Santi tertahan ketika dia berada didalam kamar kecil itu, ketika mendadak terdengar sebuah suara keras beberapa kali meledak dari salah satu ruangan yang ada dirumahnya. Suara apa itu? Pikirnya. Matanya sembab karena tadi dia menangis Nampak kini dia tengah membersihkan lelehan mascara yang terkena air matanya, antara menebak-nebak akhirnya dia tersadar, jangan-jangan suara tadi… kini mulai dirasuki rasa cemas akan apa yang baru saja terlintas. Adalah suara tembakan. 

Siapa yang telah melakukannya? Oh tidak! Jangan-jangan telah terjadi pembunuhan dirumahnya sendiri, kecemasannya kian memuncak. Apa yang harus aku lakukan? Gumamnya dalam hati, rasa panic membuat dirinya terdiam untuk beberapa saat didalam kamar kecil khusus tamu itu. 

Sementara dalam ruangan yang terdapat beberapa deret patung telah terjadi baku tembak. Rupanya ada beberapa dari anak buah juragan Anchung yang memang membawa senjata api, dan melakukan perlawanan berdasarkan kenekadannya saja. Alih-alih membela diri, akhirnya kapten Harris dan anggota Team-nya mau tak mau memuntahkan beberapa peluru panas kearah dimana juragan Anchung dank e lima belas orang lainnya. 

 Korban mulai berjatuhan, dari sipemilik rumah. Menyadari hal ini, kapten segera cepat bersuara ketika baku tembak mulai terhenti. Semua dari masing-masing pihak tak satupun ada yang bergerak dalam posisi seperti itu. “Anton. Menyerahlah ! tempat ini sudah terkepung oleh polisi..” sang kapten melanjutkan, “Dan untuk yang lain, menyerahlah ! agar tindakan kalian bisa melanggarkan serta mengurangi sanksi hukuman kalian.” 

Tak ada yang bersuara, ruangan itu kini benar-benar sunyi. Hanya suara nafas beserta detak jantung masing-masing yang terdengar. Tetapi tak lama kemudian satu-persatu beberapa orang tamu dan anak buah juragan Anchung menampakkan diri sambil masing-masing tangan mereka terangkat keatas, tanda menyerah. 

“Sial.! Dalam hati Juragan Ancung terus saja mengumpat dan mencaci, “Bagai mana mereka bisa tahu dan membongkar penyamaranku ini?” sang Juragan terus berpikir dan belum juga menyadari jika yang menguak misteri penyamarannya adalah Ramlan ! seorang pemuda yang sudah yatim piatu sejak kecil, sempat merasakan bangku sekolah ketika diangkat anak oleh Pak Hasan, seorang kepala sekolah dimana ketika itu Ramlan hampir jarang masuk mengikuti mata pelajaran disekolahnya. 

Melalui hasil penuturan Santi jualah, mimpinya yang memang benar-benar menjadi nyata, ketika diketahuinya lelaki yang berlumuran darah yang ketika malam itu datang menghampiri Santi adalah Anton. Yang terkena tikaman belati dari seorang gerombolannya. Dan menyembunyikan kisah kelamnya pada Santi agar tak satupun aib itu terungkap, Anton selama ini telah menipunya. 

Tanpa disadarinya dengan tidak berlaku jujur pada pasangannya membuat dua sisi mata koin yang saling tarik menarik, sebahagian ada hal baik untuk dirinya dan lebih besar dampak buruknya bagi dirinya sendiri. Karena telah berlaku tak jujur pada pasangannya. Sebusuk apapun hati seseorang dimasa lalu, bukan berarti dia akan selalu menerima segala kebusukan yang kini tengah terjadi. 



Dunia Baru #16
Ketika hanya tinggal beberapa meter lagi aku dan Andini akan sampai didepan rumah Santi, mendadak motor yang sedang ku kendarai ini dihentikan oleh beberapa orang. Aku dimintanya untuk memutar balik, karena katanya diarea itu sedang ada penggeledahan dan juga penangkapan seorang gembong penjahat. Mendengar itu aku langsung teringat pada Anton, rasa ingin tahu mendorong aku menghentikan sepeda motor ku untuk berputar balik. “Jangan mendekat Lan, lebih baik kita disini saja!” ujar Andini, ketika aku meraih tangannya untuk mengajaknya lebih mendekat kearah rumah itu. “Tidak apa-apa, disana pasti ada Kapten Harris.” Balasku, sambil mencoba menenangkannya.

Masih sambil setengah terpaksa, akhirnya Andini mengikuti langkah ku. Bebekal sebuah kartu Nama akhirnya aku diperbolehkan mendekati area rumah Santi, awalnya keberadaan ku dengan Andini ditempat itu, sangat tidak diterima oleh rekan-rekan Team-nya sang Kapten. Tetapi setelah bertemu dengannya, dan kapten pun menceritakan secara singkat tentang penyelidikan yang selama ini aku lakukan, akhirnya aku bisa bergerak dengan leluasa ditempat kejadian. 

Hal pertama yang ingin ku cari tahu adalah dimana kini Anton berada, apakah dia telah tertangkap atau memang aku telah salah menduga tentang apa yang telah diceritakan Santi. Lalu akupun mendekati kapten Harris yang saat itu tengah menerima panggilan dari telepon genggamnya. Aku kian mendekat padanya, dan sejenak berdiri tepat disampingnya yang saat itu posisi kami menghadap kearah mobil yang menampung beberapa orang tahanan. 


Ku arahkan pandanganku ke depan, dan langsung bertatapan dengan satu wajah yang sama sekali tak ku kenali. Laki-laki yang tengah berada diatas mobil tahanan itu, sedikitpun tidak berkedip menatapku. Matanya yang sipit kian mengecil tatkala begitu tajamnya dia melihat kearahku, siapa lelaki ini? Gumam ku. Mengapa tatapan matanya begitu membenciku, seakan-akan dia ingin sekali melumat ku dengan pandangan matanya itu. 

Gigi gerahamnya beradu dan tanpa menghiraukan keadaan tubuhnya terutama kedua tangannya yang sedang terborgol itu, dia melompat dan menyerang kearah dimana aku dan kapten Harris berada. Karena sadar saat itu aku sedang diserang, maka dengan cepat aku mengelak dan menghindar kearah samping, sambil berseru kepada kapten Harris. “Awas kita diserang !!!” 

Kapten Harris yang benar-benar tidak menduga akan datangnya serangan itu, terlihat canggung ketika mengelak. Maka tak ayal lagi dia jatuh terdorong. Tubuh sang kapten tertindih oleh lelaki itu, sambil membentak garang sang kapten cepat balik mendorong tubuh lelaki itu. Tangannya menunjuk kearah lelaki itu sambil berseru kepada ku “Jo.! Dia itu adalah.... Anton!” … Aku kaget sekali dan nyaris tak percaya mendengar ucapan kapten Harris barusan itu. 

“Kenapa kamu menangis Ramlan?” Tanya Anton, aku terdiam dan makin membenamkan wajah ini kedalam kedua lutut ku. “Kamu dimarahi Bibi mu lagi ya?” kembali dia bertanya, “Ceritakan saja padaku, kata ibu sesame sahabat kita harus saling tolong menolong.” . sambil masih menahan tangis, kuangkat wajah ku dan melihat kearahnya. Dia tersenyum dengan kedua matanya yang mengecil, aku selalu kalah jika dia sudah memasang raut muka menggemaskan seperti itu. “Kenapa ?” Tanyanya lagi. “Aku tidak boleh bermain, perut ku juga merasa lapar sekali.” Kata ku sambil masih tetap sesenggukan menahan tangis. “ Ayo kerumah ku saja!” Ajaknya sambil meraih pergelangan tangan ku, Anton adalah sahabat kecil ku yang sangat baik hati, bersamanya aku bisa tertawa dan melakukan permainan anak-anak seusia ku. Aku selalu merindukan saat-saat seperti itu bersamanya. 

Tetapi kini, apa yang telah terjadi dengan wajahnya? Matanya yang mengecil saat dia tersenyum atau wajah sangar yang pernah diperlihatkannya di BAWAH TANAH dahulu, benar-benar sudah raib. Menghilang dan kini berganti dengan wajah yang nyaris tanpa ekspresi dan tak ku kenali. “Rupanya kau, yang telah menjadi biang keladi dari ini semua!” suaranya terdengar parau, diantara nafasnya yang tersengal. 

 “Sekarang jangan ada yang bergerak! Aku tak akan segan-segan menarik pelatuk tembakann pistol ini.” Aku tersadar dan semua orang ditempat itu merasa tercengang, karena mendadak kini ditangannya telah teracung sepucuk senjata api.. aku melirik kearah sang kapten, dia mengangguk kecil sambil tangannya terangkat setengah dada. Rupanya ketika Anton menindih tubuh kapten Harris, dia menggunakan kesempatan itu untuk merampas senjata yang berada dipinggang sang kapten. 

“Buang senjata kalian semua.! Dan jangan ada yang Sok jadi pahlawan. Atau kapten yang kalian cintai ini mati konyol ditangan ku.!” Situasinya kini berbalik, melihat kapten mereka kini berada dibawah ancaman sebuah pistol, mau tak mau jalan satu-satunya adalah dengan mengikuti ke inginan sipenodong. 

Merasa diatas angin, Juragan Anchung alias Anton gema tertawa. Dia terkekeh… dan ternyata tawa itu tidak berubah, tetap begitu menyeramkan bagiku. Hingga membuat bulu kuduk ku meremang, aku teringat kembali akan peristiwa beberapa tahun silam. Dimana ayah angkat ku, (Pak Hasan) telah dibunuhnya bersama suara tawa seperti itu…. 


Dunia Baru #17
Genap sudah usia pernikahan Santi mnjadi 3 Tahun, tetapi selama itu pula rumah tangganya belum juga dikaruniai seorang pun anak. Suaminya merasa enggan jika dia berusaha mengajaknya pergi kedokter specialis hanya untuk sekedar mengkonsultasikan permasalahan mereka, selama 3 Tahun dia merasa kesepian, rumah impiannya selalu sepi tanpa kehadiran serta tangis seorang bayi. Karena itulah mengapa dia lebih banyak pergi dan menghabiskan waktunya ditempat-tempat hiburan malam milik suaminya. 

Setiap sekembalinya dia kedalam rumah hanya menemui kesunyian, Santi selalu berusaha terbuka pada setiap orang, supaya dia merasa mempunyai teman. Dan merasa di sukai. Oleh karena itulah, ketika bertemu dengan Ramlan pun dia selalu bercerita dengan apa adanya. Walau dia ketahui jika suaminya mengetahui, maka dia akann dilarangnya. 


Santi adalah satu-satunya penghuni rumah yang luput dari sergapan, dia keluar dari tempat persembunyiannya setelah merasakan ketakutan yang luar biasa. Dia menyaksikan penembakan diruang pertemuan disalah satu sudut rumahnya.


Mulanya dia ingin menjerit dan berlari keluar rumah dan lalu melaporkan kejadian itu pada yang berwajib, tetapi setelah dia mengetahui bahwa ternyata orang-orang yang berseragam hitam-hitam itu adalah dari kepolisian, dia mengurungkan niatnya. 

Tanpa sepengetahuan siapa pun, diam –diam Santi berlalu meninggalkan tempat itu dan masuk ke kamar suaminya yang berada dilantai dua. Sesampainya di dalam kamar, dia pun mendapati kondisi kamar yang sudah berantakan. Rupanya penggeledahan mereka hampir keseluruh ruangan, lalu dengan penuh harap-harap cemas, Santi menuju ksebuah sudut dalam kamar. 

“Semoga benda itu masih berada disana!” gumamnya. Kemudian dia merunduk dan menyingkap ujung karpet, setelah itu dia melihat pada salah satu lantai yang tidak serupa. Lantai ini di buat khusus dengan satu pegangan dan berguna sebagai sebuah penutup, Santi mengangkat lantai itu, dan nampaklah dalam lantai itu sebuah lubang berbentuk kotak dimana di dalamnya terdapat sebuah pistol dan sebuah belati. 

“Syukurlah benda-benda ini masih ada.” Pikirnya. Suaminya lah yang membuat tempat penyimpanan rahasia itu, santi hanya mengetahui terkadang jika suaminya sedang marah pada seseorang, maka senjata-senjata itu akann dibawanya dan ketika tengah malam, senjata-senjata itu kembali pada tempatnya. 

Sambil setengah membungkuk, Santi memperhatikan keadaan didepan halaman rumahnya. Diluar sana hanya wajah suaminya saja yang dia kenali, wajah yang kini dia benci tetapi tak mampu untuk ditolaknya. Hingga detik itu pulalah Santi baru menyadari, tujuan utama dari operasi plastic yang dilakukan suaminya. Semua itu hanya untuk mengelabui para polisi yang mencarinya. 

Tiba-tiba saja diluar sana terjadi kegaduhan, sambil masih setengah membungkukkan badannya, santi melihat keluar melalui kaca kamar. Sekarang sudah ada seorang lelaki berjacket Denim dan seorang wanita, siapa mereka? Dan mengapa Mas Anton sekarang bisa memegang pistol? Apakah aku tadi tertidur? Kedatangan kedua orang itu sama sekali tidak ku ketahui. 

Santi semakin keras memperhatikan tampang lelaki yang tengah berdebat dengan suaminya, “Aku tak dapat melihat wajahnya, aku harus berpindah tempat kearah sudut yang lain, agar posisi kami berhadapan.” Dengan berjongkok Santi berjalan kearah sudut dimana tubuh suaminya akan membelakanginya, “ Ya Tuhan! RAMLAN.” 

Santi terpekik kecil, dia kaget ketika melihat wajah lelaki yang sedang dibawah todongan senjata dari suaminya ternyata adalah Ramlan. “Mengapa dia berada di sini? Apakah..?” santi masih menduga-duga, ketika diluar sana terdengar teriakan histeris seorang wanita bersamaan dengan meletusnya suara tembakan. “Ya Tuhan! Apa yang telah terjadi?” perlahan santi mengintip kembali dari balik kaca kamar, disana dia melihat sosok Ramlan masih berdiri. Sementara suaminya seperti sedang dirasuki setan tak henti-hentinya dia mengumbar tawa. 



Dunia Baru #18 
Kapten Harris terjatuh sambil meringis menahan rasa sakit, peluru yang ditembakkan kearahnya tepat mengenai dadanya. Aku menyaksikan betapa geramnya dia selama mendengar penuturan dari Anton akan kepuasan dirinya setelah bisa membunuh dan juga mengelabui para polisi yang mencarinya. Bukan hanya dia saja, aku sendiripun sangat ingin sekali menghentikan kesombongan prilaku biadabnya itu. Karena bukan hanya satu, atau dua orang dari teman sang kapten yang mengalami nasib mengenaskan, bahkan ada beberapa orang yang hingga kini menghilang dan belum diketahui keberadaanya. 

“Bha…ha..ha…” wajahnya yang berkulit licin dan mengkilap seperti itu, dengann mata yang sipit tertawa menggema. Dia berjingkrak sambil mengacung-acungkan pistolnya. Tarian syetankah ini? Entahlah! Dia seakan begitu menikmati jika melihat musuhnya menderita. Ku alihkan pandanganku kearah Andini, gadis manis dengan wajah putih tampak pucat sekali, hampir seputih kapas. Aku tak bisa membayangkan jika sesuatu terjadi padanya, maka aku akan mengutuk diriku sendiri. 


Bagai mana ini? Aku sama sekali tak menemukan sebuah cara untuk menyerang dan menyelamatkan semua orang dari rasa ketakutan yang kini tengah melanda. “Nikmatilah penderitaan mu Ramlan! Dahulu aku sudah mengatakan padamu, aku akan membunuh semua orang yang kau cintai. Dan akulah mimpi terburuk mu!” 

“Anton kaulah satu-satunya sahabat baik ku, dari kecil kau selalu baik terhadap ku. Senyum dan mata mengecil yang biasa kau lakukan saat menghibur penderitan ku…” tiba-tiba dia langsung memotong perkataann ku. “Diam…!” “Aku tak ingin mendengar hal seperti itu, semua itu sudah mati bagiku.” “Kenapa Anton?” suara tawanya menghilang, beberapa saat kemudian dia menatap tajam kearah ku. Lalu dia berkata, “Mudah saja!. Ikutlah bersama ku dasar bodoh! Ikutlah bersama ku.” 

Suaranya makin meninggi bersama tubuhnya yang bergetar karena menahan amarah. Aku tak mengerti mengapa dia begitu menginginkan agar aku ikut bersamanya, “Bagaimana jika sekarang aku ikut bersama mu?” kembali suara kekeh tawanya terdengar, dia terbahak tertawa mendengar kepasrahan ku. Ya! Aku hanya bisa berpasrah diri, mudah-mudahan dengan sikap ini dia mau membebaskan semua orang-orang yang ku cintai. Dan biarlah dia membawa ku pergi. 

“Letakkan kedua tangan mu diatas kepala, Cepat lakukan!” mendadak dia memerintah ku seperti itu, aku menurut saja. Maka kuletakkann kedua tangan ku diatas kepala ini. Kini aku terlihat seperti seorang tawanan perang yang menyerah kalah dan teraniaya dibawah todongan senjata. Ku lihat dia tersenyum penuh kemenangan karena telah memperdayai aku sebegini rupa. 

Tak lama kemudian dia berjalan kearah ku, sejenak memutari aku yang masih berdiri dengan kedua tangan diatas kepala. Matanya tak lepas memandangi aku, sinis dia tersenyum kearah ku dan kemudian tanpa bisa ku duga-duga, kaki kanannya menginjak paksa belakang betis kaki ku. “Ough…!” tak kuasa aku menahan rasa sakit, akupun jatuh berlutut. Kedua tangan ku menyentuh tanah mencoba menahan tubuh ini agar tak jatuh terjerembab. 

“Plaaak.!” Satu tamparan keras mendarat di pipi kiriku. “Taruh tangan mu diatas kepala.!” Bentaknya. Dengan masih berlutut, kembali kedua tangan ini ku taruh diatas kepala. Ku lihat dia mulai memundurkan tubuhnya beberapa langkah kebelakang, hingga begitu jarak kami sekitar satu meter dia berhenti, dan kembali mengarahkan ujung laras pistolnya ke wajah ku. “Ada permintaan terakhir? Ha.! Ha.! Sebelum aku hancurkan batok tengkorak kepalamu itu.” Dia bertanya sambil membentak-bentak kearah ku. 

Aku tak bisa bersuara lagi, lidah ku terasa kelu. Kucoba menelan ludah agar kerongkongan tenggorokan ini tak begitu terasa kering, “Aku… akan ikut dengan mu,” kata ku lirih. “Apa? Aku tak bisa mendengar mu? Apa kata mu!” aku pun mengulang perkataan ku, “Bebaskan mereka semua, aku akan mengikuti mu.! Seperti yang kau inginkan.” Mendadak saja gelak tawanya pecah, ketika perkataan ku selesai ku ucapkan. “Kau sudah mulai putus asa rupanya! Bha…ha…ha…” “Disini tak akan seperti kejadian dahulu, tetapi paling tidak aku akan langsung membunuh mu! Dan kau tahu tak aka nada seorang pun yang akan menolong mu.” 


Benar sekali apa yang dikatakannya, aku sudah tidak punya kemungkinan lagi untuk terselamatkan dari ancaman senjata pistol yang digenggamnya. Aku hanya berdoa semoga keajaiban datang bagi suatu kebenaran yang aku jungjung tinggi dalam kehidupan ku. 

“Aku sudah muak! Mengapa baru sekarang kau katakana niat mu itu, kau telah menjadikan wajah ku hingga seperti ini. Kaulah penyebab semua ini.! Mengacaukan kedamaian ku bersama penyamaran ku, kau harus membayar mahal untuk semua ini. Kau harus mati.! Kau harus mati.!” Suara kerasnya tertahan ketika dari depan wajah ku terdengar sebuah suara, “Buang senjata mu, Mas !” suara itu begitu halus terdengar, namun mampu membuat aku dan juga Anton terperanjat kaget. 

Sekarang terlihatlah oleh ku sosok suara tadi, ternyata dia adalah Santi yang kini telah berdiri dibelakang Anton sambil menodongkan pistol kearah suaminya. Ku lihat Anton tak sedikitpun memalingkan wajahnya kearah sipemilik suara tadi. Yang kini berada tepat dibelakang tubuhnya. Namun jelas terlihat oleh ku dia begitu geram dan sejenak kemudian mulai melemah. “Santi sayang…., bukankah seharusnya saat ini kau bersembunyi ?, tunggulah sebentar setelah ini berakhir aku akan datang pada mu.” 

Dia berkata pada istrinya sambil tak sedikit pun menoleh kearahnya, aku berharap untuk sejenak saja dia mau memalingkan wajahnya, agar ada kesempatan untuk menyerangnya. “Sekali lagi aku pinta… letakkan senjata mu. Atau …” belum habis Santi berkata, Dia langsung memotong dan melanjutkan perkataan Istrinya. “Atau kau akan membunuh ku.! Bha…ha…ha..ha…! dasar makhluk tak tahu berterima kasih.! Kau tak pantas menodongkan senjata itu pada ku. Cepat singkirkan dari belakang punggungku.!” “Atau seumur hidup kau akan menyesal.!” 

Dengan nada suara tinggi Anton balik mengancam, “Tidak.! Aku tidak akan menyesal karena telah membunuh mu. Cepat kau buang senjata mu itu.! Santi tak kalah gertak dia balik menggertak dan terdengar olehku Anton memaki kecil pertanda dia mulai merasa tak konsentrasi lagi menghadapi aku. Setengah berbisik dia berkata kepada ku, “Kau jangan macam-macam,sekali saja kau berani bergerak aku akan langsung menembakmu.!” 



Akhirnya habis juga kesabarannya, maka di saat dia lengah walau hanya sekejapan mata kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Ramlan. Akan tetapi digunakannya untuk menyerang Anton. Ku lihat Ramlan sekuat tenaga menendangkan kakinya yang setengah berjongkok, dengan berpijak pada tanah lalu mendorongnya kebelakang. Satu hal yang selalu dia amati adalah ujung pistol yang gerakannya semakin tak teratur, ku rasa Ramlan pun memutuskan, dia harus serta bisa menjauhkan moncong senjata itu jauh kearah yang lain. 

Menaklukkan Maut
Maka sebelum tubuhnya berdekatan dengan tubuh Anton, kedua tangannya lebih dahulu menyambar pistol dan pergelangan tangan sahabat kecilnya itu. Lalu dengan paksa pergelangan tangan Anton yang sedang memegang senjata itu, di arahkannya keatas langit. 

Dua suara dari letusan pistol berurutan terdengar menggema menghantam udara hampa diatas langit. Suara itu kian membangkitkan keyakinan ku, bahwa Ramlan akan bisa mengendalikan tenaga yang Anton miliki. Kembali dia mendorong tubuh Anton agar lebih jauh kebelakang, dan sepertinya Anton tak kuasa menopang berat baban tubuhnya dan juga dorongan tenaga dari serangan kekasih ku. 

Anton pun tersungkur lalu terjatuh, kini posisi yang Ramlan miliki jauh lebih bebas untuk mengendalikan gerak tangan lawan yang masih berusaha mengarahkan moncong pistol itu kedepan wajahnya. Tak ubahnya seperti dua orang yang sedang beradu panco’ diantara mereka berdua saling berlomba untuk mengalahkan tenaga masing-masing. 

Kuakui sepertinya Ramlan sudah sangat letih sekali, setelah sekian lama beradu tenaga seperti itu. Tetapi selama pistol itu masih dalam genggaman tangan lawannya, dia harus terus berusaha untuk mengalahkannya. “Kurang Ajar kau Ramlan, cepat lepaskan tanmgan mu!” ku dengar Anton berkata, suaranya terdengar menderu bersama dengus nafasnya. 

Sementara itu ku alihkan pandangan ku, pada sosok kapten Harris yang ternyata dia juga sedang melihat kearahku. Jari telunjuk sang kapten ditempelkan pada bibirnya dia memberi isyarat agar aku jangann sampai berteriak karena kaget. Karena memang sebelumnya jelas-jelas ku lihat dia telah terbunuh. Tetapi kini dengann merangkak dia berusaha menggapai kearah Santi yang terkapar berlumuran darah. 

Kini aku mengerti kenapa jari telunjuk sang kapten menunjuk –nunjuk kearah jasad Santi, ternyata didekat jasad itu, ada sebuah pistol yang semula hendak digunakan olehnya untuk menembak Anton. Suaminya sendiri. 

Sambil penuh harap, kutinggalkan usaha sang kapten. Dan kembali kulihat pergulatan dua orang sahabat yang berbeda jalan. Apa yang dialami oleh Anton sepertinya sama dengan yang dirasakan oleh Ramlan, yakni keletihan. Maka ketika keletihan benar-benar melandanya, secepat kilat kulihat Ramlan menyarangkan tinjunya kearah wajah Anton yang berada dibawah selangkangannya. 

“Buk! Buk!” dua tinju tadi membuat kepalanya terpapar rata dengan tanah. Kesempatan itu segera digunakannya untuk bergerak bangkit dan bangun, sambil sempoyongan cepat-cepat diayunkannya kaki bagian kanannya dan menendang pergelangan tangan Anton yang menggenggam senjata. “Paaark!” senjata mematikan itu tercecer beberapa meter kearah samping. 

Tak puas dengan itu, kulihat Ramlan segera menjambak kerah baju Anton, dan coba membangunkannya. Tetapi hal itu justru merugikan keadaanya, karena tanpa di sadarinya lagi, salah satu tumit dari kaki musuh bersarang dan menghantam di ulu hatinya. 

“Ught!” aku menjerit kecil menyaksikan itu semua. Nafasnya terasa sesak, Ramlan pun terjatuh dengan posisi bertumpu pada kedua lututnya. Disaat itu satu serangan kembali datang, kali ini benar-benar membuatnya hampir tak sadarkan diri. Ujung sepatu Anton menghantam telak dagu wajahnya. Darah segar muncrat tercecer, tubuhnya pun langsung terjerembab kebelakang lalu terkapar menelentang. 

Sambil sempoyongan kulihat Anton memburu kearah jatuhnya pistol yang tadi ditendang oleh Ramlan. Celaka !, jika pistol itu kembali didapatkannya. Maka sekuat tenaga kusaksikan Ramlan coba merangkak untuk menghentikannya. Namun usahanya sia-sia, keadaan tubuhnya tak mampu untuk lebih cepat mendahuluinya. 

Anton pun kembali berdiri dengan pistol yang kembali berada ditangannya, dan siap ditembakkan kearah Ramlan. “Bha…ha…ha… sekarang matilah kau Ramlan.!” Selesai dia berkata seperti itu, tiba-tiba terdengar suara tembakan. “Dor !. Doer!!” terdengar begitu memekakan telinga. Darah yang tercecer membasahi wajah Ramlan. Aku histeris menjerit, dan meronta, tetapi sayang ikatan tali ini begitu kuat membelenggu. 


DUNIA BARU #20
 Sa’at aku tersadar, aku lihat Ramlan sedang berjibaku melawan Anton. Dia terlihat begitu kewalahan menghadapi musuh yang sangat licik itu, aku pandangi keadaan sekeliling ku, ternyata diantara beberapa jasad disana terlihat Andini yang tengah meringkuk karena tubuhnya terikat tali temali. Kini aku benar-benar sadar, ya Tuhan ternyata aku belum mati. Tembakan itu hanya bersarang dalam rompi anti peluru yang aku kenakan, kembali aku teringat detik-detik sebelum dia melepaskan peluru itu kearah tubuhku. Kurang ajar kau ! gerutu ku dalam hati. 


Tak ubahnya seperti seseorang yang sedang kehilangan sesuatu yang berharga di seputar pekarangan rumah itu, mata ku tak henti-hentinya berkeliaran melihat kesemua sudut tanah yang terhampar disana. Aku berharap menemukan sesuatu yang bisa ku gunakan untuk menyerang Anton,” Uh! Apakah disaat mendesak seperti ini, taka da yang bisa ku gunakan untuk menyerangnya. “ kembali kuputari keadaan disekitar halaman rumah megah itu, dan akhirnya pandangan ku terhenti pada sesosok tubuh wanita. 

Siapa dia? Mengapa aku baru melihatnya? Pikiran ku pun menerawang mencoba menautkan satu persatu semua kejadian dirumah besar itu. Mulai dari pertama aku melakukan penangkapan atas semua orang yang berada didalam rumah tersebut dan akhirnya aku berkesimpulan, wanita ini adalah istri dari juragan Anchung alias Anton. Yang menurut penuturan dari Ramlan dia bernama Santi, dan sepertinya dia lolos dari perhitunganku. 

Kini keadaannya sungguh mengenaskan, mulai dari sudut bibirnya hingga kebagian depan tubuhnya dipenuhi darah yang mulai mengering. Dia mengorbankan dirinya demi sebuah kebenaran, yang pada detik-detik terakhir inilah dia baru menyadarinya. 

Lama aku memperhatikannya, lalu tiba-tiba saja mataku disilaukan oleh sebuah cahaya yang memantul dari sebuah benda. Apa itu? Pikir ku. Seperti sebuah baja yang terlapisi pernis, hingga ketika sinar jatuh mengenainya, dia memantulkan cahayanya. 

Sekarang aku angkat sedikit kepala ku lebih tinggi, dan mencermati benda yang memantulkan cahaya itu. Kini aku benar-benar berteriak kegirangan, didalam hati menari-nari senang. Karena ternyata benda yang memantulkan cahaya itu tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah laras pistol. 

Terima kasih Tuhan, ternyata kuasa-MU memang bersama orang-orang yang teraniaya. Ku palingkan wajah ku pada Andini, dan seperti merasakan jika sedang kuperhatikan, tak lama kemudian dia pun melihat kearah ku. 

Aku memintanya agar dia jangan bersuara, karena ku pikir dia akan kaget mendadak melihat aku bisa bergerak lagi. Setelah meyakinkan dia tak akan kaget saat melihatku bergerak melewatinya, maka dengan mengendap-endap secepat mungkin aku menggapai kearah senjata itu. 

Aku tak tahu entah bagai mana wanita nahas ini bisa memegang sepucuk senjata, aku hanya berpikiran untuk secepatnya mengambil senjata itu. Dan membalaskan dendam kematiannya, setidaknya seperti itulah agar matanya bisa terpejam dengan senyum terkembang menuju sebuah keabadian. Maka setelah bersusah payah dan dengan gerakan yang tidak disadari oleh kedua orang sahabat yang kini tengah berduel, senjata itu pun telah ada dihadapan ku. 


Kusingkap kain baju Santi yang menutupi sebagian badan pistol, lalu sambil meraih pistol aku berjongkok dan tak lama kemudian mengarahkan laras ujung pistol tepat kearah Anton. Disaat Ramlan begitu terdesak ,dua butir peluru pun aku lesatkan kearah Anton. Dia langsung ambruk dan terkapar berkalang tanah. Beberapa saat tubuhnya menggelinjang dan tak lama kemudian tak bergerak sama sekali. 

Aku tertunduk, dan membiarkan pistol terlepas dari genggaman tanganku. Sejenak termenung dan menghela nafas berat, siapa yang harus disalahkan atas semua yang telah terjadi. Persahabatan, cinta kasih, semua telah musnah dari dalam hatinya. Aku mengutuk pada kerasnya kehidupan, yang telah mengikis habis cinta damai dimuka bumi ini. 

Perlahan kudekati mereka berdua, Ramlan membisu tak sepatah kata pun keluar kata-kata dari bibirnya. Matanya berkaca-kaca, dan lalu kian menggenang. Setelah itu dia pun tampak sesenggukan menahan tangis, Andini memeluknya dan tak lama kemudian dia melepaskan pelukannya. 

Terlihat Ramlan mencoba berdiri, aku memapahnya dan dia melangkah mendekat kearah jasad Anton seorang sahabat dimasa kecilnya dahulu. Dengan masih berlinangan air mata, dia kemudian membuka jaketnya. Sesaat kemudian dia berjongkok dihadapan jasad sahabatnya itu dan menutupi wajahnya dengan menggunakan jaketnya. 

Aku dan Andini terharu menyaksikannya, begitu tulus dia mengasihi begitu tulus dia mengasihi walau telah banyak dia mengalami penderitaan yang timbul akibat kekejamannya. Dari luar pagar terdengar deru suara-suara mobil serta sirine ambulance, aku dan Andini mendekatinya, kami berdua merangkulnya dan mengajaknya beranjak dari sana. 




TamaT

Tinggalkan balasan



 
© Copyright 2024 | Mesin Blogger. Dikembangkan oleh DABLEK Thxs to THEMASDOYOK.COM